Awalan

Istri Pengganti Malam Pertama


 Dan tanpa aba-aba, tubuhku diangkat olehnya menuju ranjang. Ya Tuhan, apakah pagi ini aku akan kehilangan keperawanan? 


Hatiku berdebar tidak karuan. Jantung seolah berhenti berdetak. Aku benar-benar grogi pagi ini. Apalagi ketika tubuh ini sudah jatuh di atas ranjang. Ingin rasanya aku berteriak kencang untuk menormalkan segala yang aku rasakan saat ini.


"Kamu siap?" bisiknya membuatku menelan saliva dengan dengan kasar.


***


"Kamu si manis?" 


Argantara mengangguk dan kembali mengeratkan pelukan.


"Jadi kamu menikahiku karena ...."


"Karena janjiku pada si imut. Aku tidak butuh pacaran, tetapi langsung menikah. Tak perlu mawar, tetapi mahar. Tak perlu menembak asal terucap akad."


Astaga, kata-kata itu adalah pesan yang dia kirim sekitar dua bulan lalu. Aku ingat betul malam itu. Ketika aku baru saja memposting cerita tentang wanita yang dinikahi tanpa pacaran dan hanya kenal di sosial media. Dia lah yang komen paling pertama, di situ komunikasi kami berlanjut hingga ke aplikasi ungu hingga sekarang.


Ya Tuhan, ternyata doaku kau ijabah. Pria yang aku agungkan dalam doa akhirnya benar-benar menjadi suamiku. Walaupun pernikahan kami hanya siri, tetapi tetap saja doaku dikabulkan oleh-Mu. Mungkin juga Tuhan ingin menguji kesabaranku. 


"Bukankah sudah aku katakan jika aku mencintaimu dan bukan Sinta. Tapi kau malah memintaku mengajaknya ke sini dan setelahnya kau malah marah dengan membuat cerita seperti itu. Menurutku itu ceritanya aneh saja, kau seperti sedang curhat dan itu bukan tipe tulisan kamu." Argantara melepaskan pelukannya. 


Tangan kanannya meraih daguku. Seketika aku memejamkan mata dan dia malah tertawa.


"Kau tak sakit gigi, jadi aku tidak akan melakukan," ujarnya dan aku mendelik malu. Ternyata otakku yang kotor. 


"Buruan bangun dan kita shalat berjamaah," pintanya dengan sedikit menarik tubuhku agar segera bangkit.


"Tak perlu mandi, karena kita akan melakukan setelah shalat subuh," imbuhnya mengerlingkan sebelah mata.


"Melakukan apa?" 


"Jangan sok polos, bukankah kamu sendiri yang bilang jika hati wanita mana yang tak hancur ketika suaminya bermalam dengan wanita lain."


"Itu kan hanya cerita."


"Tapi diambil dari kisah nyata, week," sahutnya seraya menjulurkan lidah dan berlalu ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu terlebih dahulu.


Jadi itu yang malam kemarin akan dia katakan. Ternyata dia adalah orang yang selalu menemaniku saat kesepian. Pantas saja dia sangat mengenalku. Ternyata dia teman curhatku. Yang tahu semuanya tentangku, dari tidur yang jarang pakai selimut, karena aku sendiri yang mengatakan padanya jika aku selalu kehilangan selimut setiap kali terbangun.


Hatiku berbunga-bunga. Pria yang aku impikan benar-benar menjadi suamiku.


Dulu saat pertama kali bertukar pesan dengannya. Aku berharap jika suamiku nanti sebaik dirinya. Ternyata doa itu diijabah.


Senyum terus terukir menatap punggung Argantara yang kian menghilang dari pandangan. Hingga kini hanya nampak pintu kamar mandi saja karena Argantara menutupnya.


Namun, seketika senyum terkulum saat Argantara keluar dari kamar mandi dengan wajah yang basah terkena air wudhu. Dan saat itu pula wajah tampannya semakin terlihat maskulin.


Ia tersenyum padaku dan aku segera menundukkan kepala. Menghindari senyum mematikan itu. Mati kutu karena pesonanya.


Gegas aku bangkit dari ranjang dan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Kemudian memasang muka jutek di depan Argantara agar terlihat jual mahal.


"Jangan lama-lama ya," ujarnya ketika aku akan menutup pintu.


"Memangnya kenapa?" tanyaku memunculkan kembali wajahku.


"Aku kangen," jawabnya dan dengan cepat aku menutup pintu.


Kemudian tersenyum sepuasnya di dalam kamar mandi mengingat ucapan Argantara barusan.


"Aku tahu kamu senyam-senyum di dalam sana!" serunya membuatku seketika mengulum senyum dan segera mengambil air wudhu.


Ketika aku keluar, dia sudah memakai sarung dan peci. Wajahnya semakin terlihat tampan saja. Apalagi saat dia menjadi imamku. Suara dan lantunan ayat suci Al-Qur'an yang dia ucapkan membuatku begitu kagum. Tak hanya tampan dan rupawan, tetapi imannya juga kuat.


Lantas alasan apa lagi untuk aku memarahi dan membencinya? Sepertinya tidak ada, pantas saja hatiku mulai cemburu saat dia bersama dengan Mbak Sinta.


Selesai salat berjamaah. Argantara berbalik badan dan menghadap ke arahku. Desiran hebat mulia muncul dalam hatiku saat kedua netra ini saling bertemu.


"Kenapa kamu tidak jujur jika akan menikahiku?" tanyaku membuka perbincangan.


"Aku takut kamu menolak," jawabnya mengulurkan tangan.


'Mana mungkin aku menolak,' jawabku dalam hati.


Aku mencium punggung tangannya. Saat itu juga aku meminta maaf karena telah membentaknya kemarin.


"Aku tahu kamu marah padaku karena menjadi madu. Aku yang salah jadi pantas kamu marah."


Tiba-tiba terlintas tentang malam pertama Mbak Sinta dengannya.


"Apakah semalam kamu dan Mbak Sinta—?"


"Menurut kamu? Apakah mungkin aku melakukan itu?"


Aku mengedikkan bahu. Tentu aku bertanya karena penasaran dan tidak tahu.


"Ya aku nggak tahu," jawabku sinis.


Bukannya menjawab. Argantara malah semakin mendekat padaku. 


"A-apa yang akan kamu lakukan?" tanyaku terbata karena grogi.


"Aku hanya ingin mendoakan istriku," sahutnya. Kemudian dia menaruh tangannya di atas kepalaku.


Reflek aku pun sedikit membungkuk. Mengaminkan doanya dalam hati. 


Setelah selesai berdoa, dia pun meraih kepalaku perlahan, hingga jarak kami kurang dari satu jengkal. Kemudian Argantara mencium ubun-ubunku dengan begitu hangat.


Perlakuannya benar-benar membuat hatiku tidak karuan. Apalagi setelah selesai mencium ubun-ubun, lalu turun ke kening dan tiba-tiba dia beralih akan mencium pipiku. Dengan cepat aku bergerak mundur.


"Eh, apa yang akan kamu lakukan?"


"Loh bukankah itu hak yang wajib di cium suami terhadap istrinya."


"Iya, aku tahu, tapi ...."


"Bukankah itu ibadah? Lalu kenapa kamu takut?"


"A-aku tidak takut, hanya saja aku masih belum terbiasa," jawabku menundukkan kepala.


Tangannya meraih wajahku. Kembali netra ini saling bertemu. Jantungku terasa berhenti berdetak untuk sepersekian detik saat aku mulai pasrah ketika bibirnya menyentuh pipiku satu per satu.


'Ya Tuhan, jika ini hanya mimpi. Segera sadarkan aku Tuhan,'


Argantara malah tertawa kecil ketika mataku terpejam saat dia mencium pipiku. Aku mulai membuka mata dan kini ia beralih punggung tangan dan telapak tangan. Awalnya aku merasa risih, tetapi aku mencoba untuk biasa saja agar Argantara merasa nyaman saat melakukan ibadah dengan tujuan dan maksud yang baik.


Ketika aku akan membuka mukena ....


"Biar aku bukakan," ujarnya lalu membantu membuka mukena yang aku pakai.


Setelah mukena itu terlepas. Kembali kedua tangannya meraih kedua pipiku. Dan lagi aku memejamkan mata. Namun, kali ini aku merasakan ada yang berbeda. Ada tarikan kecil pada bibirku, terasa hangat dan ....


"Aku hanya akan melakukan itu denganmu," bisiknya setelah melumat bibirku beberapa detik.


Dan tanpa aba-aba, tubuhku diangkat olehnya menuju ranjang. Ya Tuhan, apakah pagi ini aku akan kehilangan keperawanan? 


Hatiku berdebar tidak karuan. Jantung seolah berhenti berdetak. Aku benar-benar grogi pagi ini. Apalagi ketika tubuh ini sudah jatuh di atas ranjang. Ingin rasanya aku berteriak kencang untuk menormalkan segala yang aku rasakan saat ini.


"Kamu siap?" bisiknya membuatku menelan saliva dengan dengan kasar.


Deru napas Argantara mampu membuat bulu-bulu kecilku berdiri. Apalagi ketika tangannya menyibakkan rambut, membiarkan leherku terbuka dan ....


Judul : Istri Pengganti Malam Pertama 

Penulis : Agung Ahmad S

Aplikasi : KBM 


https://read.kbm.id/book/detail/a43babbc-3ab7-4af9-bb72-291d564cce2a?af=b8fe2972-a0d3-4ec1-bb09-295a9616d09b

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel