Part Selanjutnya
Aku ceraikan istriku, dan meminta kembali u4ng nafkah. Mahar dan juga semua barang-barang yang sudah aku belikan. Kukira dia akan nelangsa dan kelabakan, tapi ternyata ...
***
"Kembalikan semua yang pernah aku belikan untukmu! motor, rumah, handphone dan u4ng belanja yang aku beri ke kamu selama tiga tahun jangan sampai terlewat!" ujar laki-laki tampan yang ada di hadapanku.
"Lah, kamu sudah gil* ya Bang, aku ini mantan istri kamu, kok bisa-bisanya Abang minta semua. Seharusnya malah kita bagi harta gono gini," protesku
"Ck ... Tidak ada harta gono gini, semua biaya kehidupan kamu selama tiga tahun, dari uangku semua. Kamu hanya berpangku tangan saja di rumah," dengus laki-laki yang enggan lagi kusebut namanya itu.
Aku tidak tahu dengan jalan pikiran Bang Fahmi--mantan suamiku. Laki-laki itu yang sudah pergi meninggalkan rumah selama satu bulan itu kembali pulang ke rumah dan meminta semua yang dia berikan selama tiga tahun untuk dikembalikan, entah kesurupan sentan apa laki-laki itu.
Sebelum dia pergi, laki-laki itu secara tidak langsung sudah menjatuhkan talak padaku.
"Kamu pulang saja ke rumah ibumu. Tidak usah menungguku. Karena setelah aku kembali, aku bawakan surat cerai untukmu," ucapnya kala itu.
"Rumah ini dibangun menggunakan seluruh uangku, kamu tidak pernah menyumbang sepeserpun!" bentak Bang Fahmi, membuat aku terperanjat. Laki-laki itu mengobrak-abrik isi lemari.
"Mana sertipikatnya?"
"Tidak ada, sudah kugadai!" balasku tak kalah sengit. Laki-laki itu mendekat dan meraih kerah bajuku.
"Dasar wanita tak tahu diuntung! Sudah dikasih uang belanja masih juga gadaikan rumah!" Aku menepisnya dengan kasar.
"Uang belanja yang kamu kasih itu hanya satu juta! Mana cukup?" bentakku.
"Kamu itu pemboros, satu juta saja tidak cukup, sedangkan Nina saja cukup!"
"Sanjung terus selingkuhanku itu, Bang. Aku tidak peduli!" Aku berlalu meninggalkan laki-laki yang sudah menjadi mantanku.
Runtut kejadian itu bermula ketika Bang Fahmi ketahuan selingkuh dengan anak SMA. Ibu mertua sangat mendukungku untuk mengerjai Bang Fahmi, beliau bahkan setuju jika aku pergi meninggalkan anak-anak untuk sementara waktu, hanya untuk membuat Bang Fahmi kerepotan mengurus dua anak dalam satu waktu.
"Kenapa Ibu mendukungku? Padahal Bang Fahmi anak kandung Ibu?" tanyaku waktu ibu membisikkan suatu rencana untuk mengerjai anaknya.
"Karena ibu tahu, Fahmi salah. Walaupun dia anak ibu, ibu akan tetap menyalahkan tindakannya."
Energiku mendadak full ketika mendapat dukungan dari ibu mertua. Beliaulah satu-satunya orang tua yang kupunya selain bulik, adik kandung ayah, kedua orang tuaku sudah meninggal semenjak aku masih kecil, dan aku dirawat adik dari ayah.
Sebelum menikah, aku sebenarnya kerja di toko buku, setelah punya anak aku disuruh Bang Fahmi berhenti bekerja agar aku bisa mengurus anak kami, terlebih anak keduaku lahir ketika anak pertama baru genap umur satu tahun.
Selama ini Bang Fahmi bekerja di salah satu perusahaan besar yang bergerak di bidang perbankan. Jabatan terakhirnya sebagai manager funding.
Umur kami memang masih terbilang muda, belum menyentuh angka tiga puluh di tahun ini. Setelah dua tahun Bang Fahmi lulus menjadi karyawan tetap di bank, dia langsung menikahiku, dan tak lama setelah kami menikah, aku hamil anak pertama yang Bang Fami beri nama Fauzan.
Belum enam bulan umur Fauzan, aku hamil anak kedua, anak keduaku bernama Faisal. Ya ... Kedua anakku diberi beri nama oleh Bang Fahmi, dan keduanya berawalan huruf F seperti namamya.
Sebenarnya setelah lahirnya Fauzan aku ingin mengikuti program keluarga berencana, tapi enam bulan setelah aku melahirkan Fauzan, ternyata aku tidak datang bulan sama sekali. Menurut keterangan teman dan juga tetangga, itu artinya aku bisa KB alami, karena aku tidak datang bulan.
Karena ketidaktahuanku itu akhirnya tumbuhlah anak kedua di rahimku tanpa aku ketahui. Selama hamil muda anak kedua, aku tidak merasakan tanda-tanda layaknya orang hamil. Tidak mual, tidak muntah tidak juga ngidam.
Kehamilan keduaku ketahuan ketika aku membawa Fauzan imunisasi campak umur sembilan bulan. Tak di sangka ketika bidan mengatakan jika aku tangah hamil. Dan ketika di periksa janinku sudah berumur dua belas minggu.
Itu artinya aku sudah mengandung selama tiga bulan dan aku tidak tahu sama sekali.
"Bagaimana saya bisa hamil Bu Bidan, kan saya tidak datang bulan, kok bisa hamil? Kata teman saya itu KB alami," protesku waktu itu.
"Mbak Mirna, tidak datang bulan setelah melahirkan itu terjadi karena Mbak Mirna menysui secara eksklusif dan hal itu menyebabkan hormon menstruasi berhenti. Saat menyusui, hormon prolaktin di dalam tubuh Mbak Mirna tinggi. Hormon ini tugasnya untuk membuat ASI, tapi di sisi lain menekan hormon reproduksi. Akibatnya, Mbak Mirna bisa tidak haid setelah melahirkan. Jadi walaupun tidak mengalami menstruasi, Mbak Mirna bisa hamil kalau sudah melakukan hubungan dengan suami."
Saat itu sebenarnya aku ingin protes dengan keadaan. Selama aku melahirkan, Bang Fahmi tidak pernah membantu mengerjakan pekerjaan rumah, dengan alasan aku tidak bekerja dan dia bekerja sepanjang hari.
Namun ketika aku minta dia memperkerjakan orang untuk membantuku di rumah, dia menolak mentah-mentah. Katanya itu pemborosan, karena aku bisa mengerjakan sendiri di rumah.
Beruntung, ibu mertua sangat menyayangiku. Beliaulah yang selalu datang membantuku mengasuh Fauzan. Terlebih ketika lahir Faisal, aku semakin kerepotan mengurus rumah.
Gaj1 Bang Fahmi cukup besar, namun dia hanya memberiku satu jut4 dalam satu bulan, di luar t4gihan listrik dan air. Aku tidak tahu sisa g4jinya untuk apa? Katanya dia tabung untuk biaya sekolah anak-anak nantinya.
Akupun tak pernah mempertanyakan lagi soal gaji. Karena ketika aku menyinggung satu rvpiah saja, dia akan memgomel sepanjang hari. Terbalik bukan? Seharusnya istri yang lebih pantas mengomel.
"Aku beri waktu satu bulan untuk mengembalikan semua yang pernah aku kasih ke kamu, kalau tidak aku pastikan kamu tidak akan pernah bertemu dengan anak-anak lagi!" seru laki-laki itu dengan pongkanya.
Aku berpikir sejenak, "oke akan aku kembalikan semua, bahkan semua uang belanja yang sudah kamu berikan ke aku dulu, tapi kamu juga harus mengembalikan keperawananku, dan bentuk tubuhku seperti aku gadis dulu. Kamu juga harus mengembalikan waktuku yang terbuang sia-sia karena melayanimu selama tiga tahun. Kembalikan semua itu!" teriakku berapi-api.
"Oh iya satu lagi. Ini aku kembalikan kedua anak yang dulu kau titipkan di rahimku." Aku sodorkan kedua anakku yang masih balita kepada ayahnya. sebelumnya aku bisikan di telinga mereka jika papanya akan membelikan es krim.
Kedua anak balita itu langsung menyerang papanya dengan sejuta rengekkannya.
"Papa, es cim Papa," rengek kedua anakku tak berhenti meminta es krim
Laki-laki itu membulatkan bibirnya, matanya membulat sempurna.
"Heh Mirna, kamu sudah gil* ya!" serunya.
"Aku beri waktu kamu satu bulan. Jumlah yang harus kamu kembalikan sebesar 1.5 M, nanti rinciannya aku kirim melalui pesan . Kalau tidak kamu akan aku tuntut di pengadilan."
Laki-laki itu syok dan kej4ng-kej4ng, belum lagi kedua anaknya yang merengek-rengek minta es krim.
****
Baca selengkapnya di KBM aplikasi
Judul: Nafkah yang Kau Minta Kembali
Penulis: Ayaa_humaira
https://kbm.id/book/detail/7c557888-7fcd-456b-a237-36f97cb9b041