FANTASI L I A R IBUKU
FANTASI L I A R IBUKU
"Rasti! Raihan sudah pulang!" Ibu berteriak dari depan. Rasti yang tengah mencuci perabot masak segera mengakhiri aktivitasnya dan mengeringkan tangan.
"Iya, Bu."
Sejenak bibirnya tersenyum mesem, hatinya sedikit bergetar mengingat rasa tadi malam. Rasanya begitu indah dan menegangkan. Pengalaman baru yang hampir saja membuat jantungnya berhenti. Ia bahkan tidak mengenali dirinya sendiri. Tentu saja, malam-malam indah itu tidak perlu diketahui orang lain, terutama ibunya yang tinggal satu atap bersama mereka.
"Mas, sudah---pulang?" Suara Rasti melemah saat melihat pemandangan asing di depannya.
"Kamu pasti sangat lelah, Nak." Bu Mayang mengelap kening Raihan yang meneteskan keringat.
"Bu----" Suara Rasti tertahan di udara.
"Ambilkan Raihan minum!" tukas Bu Mayang tanpa menoleh.
"Ya?"
"Apa kamu tidak lihat suamimu kelelahan?" Matanya sedikit melotot saat menoleh pada Rasti, namun begitu lembut ketika kembali menatap menantunya.
"Biarkan ibu yang bawa tasnya. Duduklah!" Rasti melihat sendiri ibunya meraih tangan Raihan dan mengajaknya duduk. "Kamu terlihat sangat lelah." Tangannya perlahan memijat kaki bagian atas pria itu.
"Ibu!" teriak Rasti spontan bersamaan dengan gerak tubuh Raihan yang menjauh.
"Kenapa kamu masih di sini? Cepat ambilkan minum! Menantu kesayangan ibu kelelahan." Senyumnya kembali mekar, beralih dengan lembut kembali pada Raihan. Pria itu hanya menatap heran pada Rasti yang juga kebingungan. Lalu, bergerak lambat menuju dapur untuk mengambilkan air minum seperti yang diperintahkan ibunya.
"Bagaimana mungkin ibu---" Rasti termenung. Sikap ibunya menjadi sangat aneh. Sebenarnya keganjalan itu terjadi seminggu ini, tepatnya setelah hari pernikahannya dengan Raihan.
"Suamimu kok cuma minta sekali sih, kan kurang." Pagi tadi ketika ibunya baru saja keluar dari kamar mandi. Rambutnya basah dan terlihat semburat kemerahan dari wajahnya. Mirip pengantin baru yang masih terngiang-ngiang malam pertamanya.
'Apa maksud ibu? Tidak mungkin itu kan?' Rasti gamang sembari melihat dirinya yang hendak membersihkan diri setelah kegiatan baru mereka menjadi pasangan suami istri, semalam.
"Lain kali, bermanja lebih sering, dia pasti akan tergoda kok, jadi nggak cuma sekali."
"Mana cukup!" Ibunya kembali berbisik di telinga Rasti sebelum meninggalkannya mematung.
"Apaan sih, Bu?" Rasti menjawab malu setelah memastikan arah pembicaraan ibunya. Bisa-bisanya wanita yang mengandungnya itu menggoda hal demikian.
"Ibu menikmatinya," jawab Bu Mayang mengedipkan mata. Namun, seketika Rasti tersigap.
'Menikmatinya?'
Lamunan Rasti seketika terhenti. Air yang tengah mengalir ke dalam gelas lekas dimatikan. Rasti berlari ke depan. Keganjilan terhadap sikap ibunya beberapa hari ini membuat hati wanita itu tidak tenang dan menduga-duga yang tak karuan.
Seketika mata Rasti melotot, langkah kaki wanita itu terhenti tepat di hadapan keduanya. Ibu mertua dan menantu lelakinya.
"Ibu!" sentak Rasti hingga membuat wanita berusia 42 tahun itu menoleh.
"Apa yang Ibu lakukan?"
"Kamu melihatnya seperti apa?" tanyanya balik. Tangan wanita itu masih berada di sana. Di dada Raihan yang terbuka.
"Suamimu kegerahan dan ibu membantunya membuka kancing baju. Ini sedikit sulit," ujarnya santai.
Rasti segera berbalik setelah merasakan dadanya bergemuruh kencang, matanya bahkan melotot tajam pada pria yang saat ini bergeming. Kelakuan ibu dan suaminya sudah berada dibatas wajar.
"Rasti! Mana air minumnya?" Bu Mayang kembali menoleh pada putrinya yang menyentakkan kaki masuk ke dalam kamar.
"Tidak perlu, Bu. Saya tidak haus." Raihan segera berdiri dan menyusul istrinya yang terlihat marah. Salah paham. Begitu yang terpikirkan Raihan.
Rasti terduduk di meja rias. Kedua tangannya mencekal kencang kain kursi, entah perasaan apa yang mengguncang hatinya saat ini. Rasanya mustahil, ibunya mirip wanita penggoda yang mengancam keutuhan pernikahannya yang baru seumur jamur. Ia bahkan cemburu pada ibunya sendiri. Ibu yang telah melahirkan dan merawatnya hingga sebesar ini bahkan tanpa sosok seorang ayah.
"Sayang." Raihan memeluk dari belakang.
"Lepaskan aku!" Rasti menepis. Menyerongkan tubuh dan membuang wajah.
"Kamu kok marah?" ujar Raihan.
Wajah Rasti langsung berbalik tajam. "Kamu masih nanya, Mas?!"
"Ya, aku pun bingung." Terlihat sekali kening Raihan yang berkerut, mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Sikap mertuanya yang manis, hingga terlihat berlebihan dan membuat istrinya sendiri marah.
"Kamu sadar nggak sih, Mas! Kalau kamu dan ibu itu---" Sungguh lidah Rasti kelu untuk meneruskan kata. Pikirannya beku saat memikirkan hal mengerikan itu. Mana mungkin ibu dan suaminya ada main?
"Iya, sih, aku rasa perlakuan ibu sedikit berlebihan."
Mata Rasti semakin terbuka, melihat Raihan yang tengah berpikir. "Dia seperti ingin menggantikan peranmu sebagai istriku."
Detak jantung wanita itu terasa berhenti. 'Menggantikanku sebagai istri?' Pengalaman barunya tentang malam-malam yang ia habiskan dengan Raihan tadi malam hingga melihat ibunya keramas sebelum subuh memenuhi pikiran wanita itu sekarang.
"Beberapa kali ibu mengambil alih tugas yang harusnya dilakukan olehmu. Tadi, kukira kamu yang datang dan tiba-tiba mengambil tas kerjaku. Aku yang masih merunduk membuka sepatu hampir saja memeluk dan mencium keningnya," papar Raihan mengingat.
"Astaghfirullah, Mas!" Mata Rasti melotot.
"Untungnya aku keburu sadar kalau itu ibu." Lanjutnya lagi.
Rasti memegang dadanya yang semakin bergemuruh saat mendengar penjelasan suaminya. Memang terasa semakin ganjil sikap ibunya itu.
Jika, mengingat hari-hari kebelakang, sesekali ibunya memang menampakkan rasa bahagia saat Rasti berbicara tentang Raihan, lelaki yang ia pacari satu tahun ini. Beberapa kali, wanita yang menjadi ibunya itu bahkan setia menunggu Rasti yang tengah menghabiskan waktu berdua berbicara melalui saluran telepon. Ibunya akan ikut tersenyum saat Rasti tersenyum. Ia bahkan akan ikut tertawa saat Raihan berkelakar. Tapi, saat itu sama sekali tidak ada rasa khawatir seperti yang terasa saat ini.
Sejak kapan tepatnya sikap ibunya berubah seperti itu? Rasti bahkan tidak menyadarinya.
'Apa yang sebenarnya terjadi pada ibu?' batin Rasti meraba gamang. Ia mungkin tidak akan siap dengan dugaannya sendiri.
Baca Selengkapnya di KBM App dengan judul FANTASI L I A R IBUKU karya lasminuryani92