Awalan

Lanjut Membaca


 Dengan langkah pelan, Nayna membawa nampan berisi sarapan untuk sang tuan. Rasa takut masih menggelayut, bentakan pria itu masih membekas jelas di hatinya, namu ia bisa apa? Ia sangat membutuhkan pekerjaan ini, demi sang ayah tentunya ia harus bertahan.


Nayna mengetuk pintu kamar terlebih dahulu, ia tak lagi mau mengundang kemarahan dari tuannya itu. Dan setelah terdengar seruan dari dalam, gadis itu pun melangkah masuk, masih dengan hati berdebar takut Nayna mendekati sang tuan, "Sarapannya tuan".


"Bawa ke balkon, saya mau sarapan di sana."


Nayna mengangguk patuh, setelah meletakan nampan berisi sarapan untuk sang tuan, ia kembali ke dalam kamar untuk mendorong kursi roda pria itu.


"Silahkan tuan," Nayna membungkukkan badan, berniat beranjak dari sana namun cekalan di tangannya membuatnya terkejut.


"Siapa yang nyuruh kamu pergi? Temani saya di sini!" Meski terdengar tegas, namun nada bicara pria itu sedikit melunak dari ketika ia membentak tadi.


Nayna mengangguk, melepaskan tangannya dengan perlahan kemudian berdiri di hadapan sang tuan.


"Duduklah!" Titahnya


Tak ingin memancing kemarahan pria itu, Nayna pun menurut saja.


Benar dugaannya, darah yang mengalir di tubuhnya bereaksi saat ia menyentuh tangan Nayna. Dan itu berarti, hanya Nayna yang mampu membangkitkan sisi ke le la kian yang telah lama ma ti dalam dirinya, apakah itu artinya ia harus melakukan sesuatu? Mengambil keputusan besar dalam hidupnya.


Yura melirik Nayna yang kini tengah menunduk, gadis itu terlihat ketakutan. Mungkin karena kemarahannya beberapa waktu yang lalu saat tanpa sengaja gadis itu menyentuh area terlarangnya.


Tapi itu juga bukan kesalahan Nayna sepenuhnya, itu semua tidak akan terjadi jika saja Yura tak memerintahkan Nayna memasangkan celananya, namun Yura juga bisa apa? Ia bahkan tak bisa menggerakkan kakinya, mana bisa ia memakai celananya sendiri.


Sebelum ada Nayna, ada seorang asisten yang juga melamar bekerja di sana, seorang pria. Namun Yura justru merasa risih sendiri. Maka ia pun mengalih tugaskan sang asisten menjadi pelayan biasa yang membantu Bu Rani.


"Nayna."


"Ya tuan muda?"


"Ck, tatap lawan bicara kamu jika sedang ada yang mengajak kamu berbicara, kamu gak sopan."


Karena Nayna terus saja menunduk, Yura pun memprotes.


Dengan perlahan, Nayna memberanikan diri menatap mata Yura, dan oh Tuhan, mata yang indah. Namun Nayna menangkap kerapuhan dalam sorot mata indah pria itu.


"Kamu sudah menikah?"


"Be..belum tuan."


"Kenapa?"


"Sa..saya orang miskin tuan, tidak ada yang mau mempunyai istri seperti saya. Dan saya tidak pernah berpikir terlalu jauh mengenai pernikahan," ungkap Nayna.


Meski kenyataannya banyak yang mengejar Nayna di kampungnya, namun Nayna tau mereka semua hanya main-main saja. Bahkan menjadikan Nayna bahan taruhan.


"Kalau begitu, menikahlah dengan saya!!"


"Ap..apa?"


Link novel 

https://read.kbm.id/book/detail/1aa71767-1133-3852-66ac-cd841db268d3

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel