MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU
"Libur dulu minum vitaminnya, Mas. Soalnya, kalau minum itu, entah kenapa, badanku jadi sakit-sakit setiap bangun pagi." [1]
"Amira, gimana rasanya setelah tinggal satu bulan di sini? Nyaman nggak?" tanya Mbak Dian, tetangga yang sedang menjemur pakaian di halaman rumahnya.
"Alhamdulillah, nyaman, Mbak." Aku yang menjemur pakaian pun menjawab dengan berbohong. Sejujurnya, aku sangat tidak nyaman tinggal di sini.
"Hati-hati, lho," bisik Mbak Dian. Aku mengerutkan kening mendengarnya.
Tidak sempat bertanya, Mbak Dian malah dipanggil oleh suaminya dan mengharuskannya untuk masuk ke dalam rumah.
'Hati-hati kenapa ya?' batinku bertanya-tanya, sambil membawa langkah masuk ke dalam rumah karena aku sudah selesai menjemur pakaian. Aku masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu, sebaiknya aku mandi dulu sebelum memasak.
____
"Astagfirullah! Bapak ngapain masuk ke kamar saya?" Aku terkesiap, dan spontan mengambil pakaian apa saja yang bisa menutupi bagian tubuh atasku. Karena aku baru selesai mandi dan hanya berkemban dengan handuk.
"Bapak nyariin Aldi, kirain Aldi ada di kamar, lagian kamu kalau lagi mandi pintunya dikunci, untung Bapak yang masuk, kalau orang lain gimana?" dalih Bapak mertuaku, dengan mata yang memandang ke arahku penuh arti, sekilas aku melihat Bapak mertua meneguk ludah.
Ya Allah, kenapa aku merasa sangat ji-jik sekali melihatnya. Untuk kesekian kalinya Bapak mertua menatapku seperti itu. Inilah yang membuatku tidak nyaman berada di sini.
"Keluarlah, Pak. Tidak ada Mas Aldi di sini." Aku memberanikan diri untuk meminta Bapak mertuaku keluar dari dalam kamar ini.
Jujur, mungkin sekarang wajahku tidak bisa menyembunyikan rasa ketakutan. Ya, aku sangat takut saat melihat mata Bapak mertuaku yang tidak henti memandang ke arah bagian yang tengah aku tutupi dengan kain.
"Jangan malu-malu, anggap Bapak ini, Bapak kamu sendiri." Dengan ekspresi yang genit. Bapak mertuaku membalikkan badannya dan pergi dari dalam kamar.
Aku bergegas menutup pintu kamar dan menguncinya. Dan melihat keatas nakas, karena sewaktu aku mau mandi, aku sudah mengunci pintu kamar dan meletakkan anak kunci itu diatas sana.
Ya, aku masih sangat ingat kalau pintu kamar sudah kukunci. "Terus ini ... apa kamar ini mempunyai anak kunci lebih dari satu?"
Amira Khairunnisa namaku, yang sudah menikah dua bulan dengan seorang pemuda yang bernama Aldi Pratama. Aku terpaksa tinggal satu rumah dengan Bapak mertuaku karena permintaan Mas Aldi. Sebab, Bapak mertua hanya tinggal sendirian setelah bercerai dari ibunya. Mas Aldi mempunyai kakak perempuan yang sudah menikah dan tinggal jauh di Kota Batam.
Sebelum menikah dengan Mas Aldi. Aku bekerja sebagai sales promotion girl di toko kosmetik di sebuah mal di Kota Jakarta. Aku berpacaran dengan Mas Aldi kurang lebih satu tahun dan memutuskan untuk menikah.
Kami menikah tanpa restu dari kedua orangtuaku. Karena Mas Aldi tidak punya pekerjaan tetap dan takut bila aku hidup melarat. Mas Aldi hanya bekerja di bengkel. Tapi, aku yakin kalau Mas Aldi mampu membahagiakanku dengan hal-hal yang sederhana. Karena kami saling mencintai.
Orang tuaku mengancam akan mengusir anaknya ini keluar dari rumah bila tetap mau menikah dengan Mas Aldi. Namun, entah setan apa yang mendorongku untuk tetap menikah dengan Mas Aldi dan memilih diusir dari rumah.
Mengingat itu, entah kenapa kadang aku pernah merasa sedikit menyesali karena membantah larangan orang tuaku. Sebab, aku merasa rindu namun tidak bisa bertemu dengan mereka berdua.
Ini semua kulakukan demi Mas Aldi. Tapi, aku tidak nyaman setelah tinggal bersama dengan bapaknya di sini. Aku lebih nyaman tinggal di kontrakkan dulu. Mas Aldi memaksa untuk tinggal di sini, karena aku sudah berhenti bekerja atas permintaan Mas Aldi, jadi tidak cukup bila harus membayar uang kontrakkan, karena sekarang Mas Aldi sendirian bekerja.
"Selain bisa menjaga Bapak, kita juga tidak perlu membayar uang kontrakkan, Yank." katanya waktu itu. Sebenarnya, ini bukan Bapak kandungnya, melainkan Bapak angkatnya, karena ingin membalas budi, jadilah aku dan dia tinggal di sini untuk menjaga Bapak. Kalau di pikir-pikir, untuk apa menjaga bapaknya ini? Orangnya masih sehat karena masih berumur 50 tahun.
Memang benar apa yang dikatakan Mas Aldi, kalau tidak perlu membayar uang kontrakkan, karena kami bisa tinggal gratis di rumah ini. Rumahnya besar, punya tiga kamar. Namun, aku merasa sangat tidak nyaman bila setiap kali berpapasan dengan Bapak mertuaku.
Tatapannya sangat menji-jikkan saat melihatku. Dan hari ini, aku semakin tidak suka dengan Bapak mertua, karena sudah berani masuk ke dalam kamar di saat aku baru selesai mandi. Aku yakin, Bapak mertua pasti punya tujuan buruk. Aku harus lebih hati-hati lagi sekarang.
Aku duduk di samping ranjang dengan perasaan gelisah, lalu mencari kontak suamiku dan menelponnya.
Tersambung, namun sayang, ponsel suamiku ada di dalam kamar dan membuatku menghela napas panjang melihatnya.
______
Setelah memakai pakaian lengkap, aku merasa enggan untuk keluar dari dalam kamar. Aku sangat takut bila harus bertemu dengan Bapak mertuaku setelah kejadian tadi. Aku tidak sabar menunggu kepulangan Mas Aldi. Akan aku ceritakan hal ini padanya.
Tok!
Tok!
Tok!
"Amira!" Suara Bapak mertua membuatku spontan memandang ke arah pintu, degup jantungku langsung berdebar-debar karena takut.
Namun, aku harus memberanikan diri untuk membukakan pintu.
Setelah kunci pintu kamar kuputar, aku bergegas keluar kamar. Melihat pintu utama terbuka, membuatku langsung menghela napas lega.
"Tolong sapukan balsem ini di punggung Bapak." Bapak mertua berkata sambil melepaskan bajunya.
"Tunggu Mas Aldi saja, Pak. Amira harus masak karena sudah waktunya untuk makan siang," dalihku yang menolak untuk melakukannya. Sudah sering sekali aku menolak bila Bapak mertua meminta bantuan padaku. Entah kenapa, aku tidak suka.
Aku ingin membawa langkah menuju dapur. Namun tanganku langsung dipegang oleh Bapak mertua yang tersenyum menyeringai.
"Sebentar saja, kalau menunggu Aldi, pasti lama, Bapak sudah tidak tahan." Suaranya terdengar berat, aku bergidik dan spontan menepis tangan Bapak mertua agar terlepas dari tanganku.
"Maaf, Pak. Tidak bisa," tolakku lagi. Bapak mertua terlihat tidak suka saat aku kembali menolaknya.
"Amira, Bapak minta tolong kok ditolak?" Suara dari pintu utama membuatku menoleh.
"Kamu saja yang melakukannya, Mas. Aku mau masak, kamu pasti lapar 'kan?" Aku langsung membawa langkah menuju ke dapur. Ada rasa lega di dada ini saat melihat suamiku sudah kembali ke rumah.
_______
"Pakai baju dinas warna merah yang Mas beli kemarin, ya, Sayang?" pinta Mas Aldi, saat aku baru keluar kamar mandi.
"Lagi, Mas? Tadi 'kan sudah?" tanyaku. Mas Aldi mengangguk tanpa melihat ke arahku.
Aku baru selesai mandi besar, dan Mas Aldi memintanya lagi. Apa begini rasanya jadi pengantin baru?
"Kamu capek, ya?" tanyanya, dengan mata yang masih menatap layar ponsel.
"Iya, Mas. Aku capek, tidak enak badan juga," keluhku.
"Ya sudah, istirahat saja, jangan lupa minum vitaminnya lalu tidur, baju dinasnya pakai saja, Mas suka melihatmu berpakaian seperti itu." Mas Aldi mengusap puncak kepalaku, dia memahami keluhanku.
Aku langsung berganti pakaian, sesuai dengan permintaannya yang menyuruhku memakai pakaian dinas berwarna merah. Mas Aldi tersenyum dan menyuruhku untuk naik keatas ranjang.
"Mas, kita ngontrak lagi, yuk, Mas?" ajakku.
"Kenapa? Di sini 'kan enak."
"Ummm ... aku tidak nyaman, Mas. Kita pindah, ya?"
"Tidak nyaman? Kenapa? Selama ini, aku lihat kamu baik-baik saja di sini."
Aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya. Mas Aldi pasti tidak percaya kalau aku menyebut bahwa bapaknya sudah masuk ke dalam kamar dan melihatku hanya menggunakan handuk.
"Kita di sini saja ya? Kamu tahu sendiri, gaji aku itu cuma bisa buat makan, mana cukup kalau harus mengontrak rumah, kemarin saja sempat berhutang sama yang punya kontrakkan,"
"Kita cari kontrakkan yang lebih murah saja, Mas-"
"Amira, tolong mengerti ya, Sayang?" Lagi, aku hanya bisa mengangguk dan menurut kalau Mas Aldi sudah berkata seperti itu.
"Mas, nanti ganti kunci pintu kamarnya, ya?" pintaku, Mas Aldi mengerutkan keningnya.
"Kan sudah ganti dua Minggu yang lalu, masa mau ganti lagi?" tanyanya, raut kebingungan terlihat jelas di wajahnya itu.
"Ummm ... ganti saja, Mas. Tolong ya?"
"Baiklah, Sayang. Besok, Mas ganti kunci pintunya, kamu jangan lupa minum vitaminnya, ya? Terus istirahat," ucapnya sambil mengusap kepalaku.
"Libur dulu minum vitaminnya, Mas. Soalnya, kalau minum itu, entah kenapa, badanku jadi sakit-sakit setiap bangun pagi," tolakku halus.
"Namanya juga pengantin baru, makanya, vitaminnya harus diminum, biar tidak terlalu sakit-sakit badannya," ucapnya dengan senyum genit dan menggoda. Aku hanya menanggapi dengan senyum malu-malu.
Mas Aldi membuka laci dan mengambil botol vitamin, mengeluarkan dua butir vitamin berbentuk hati, dan menyerahkannya padaku, lalu dia mengambil air putih yang sudah tersedia diatas nakas.
Setelah aku meminum vitaminnya, aku diminta Mas Aldi untuk berbaring di lengannya. Aku menguap dan memejamkan mata, mungkin karena lelah, mataku langsung diserang rasa kantuk.
Ranjang terasa bergoyang, mungkin Mas Aldi turun dari ranjang, aku dapat merasakannya karena aku belum tidur sepenuhnya, namun mata sudah berat dan mata enggan sekali untuk terbuka.
"Sudah?"
"Sebentar."
Aku mendengar Mas Aldi berbisik-bisik entah dengan siapa? Lalu aku tidak mendengarkan apa-apa pun lagi.
Judul: MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU
Nama pena: anisah1797
Link KBM: https://read.kbm.id/book/detail/83f541b1-1699-402e-9434-a8ae0363446d?af=0d991f6f-569d-401a-a984-7f8f7ffea56e