SUAMI CADANGAN
#SUAMI_CADANGAN 2
Pagi tiba, aku terbangun kala cahaya matahari menerobos ventilasi jendela. Menyibak selimut lalu duduk sembari mengumpulkan nyawa, aku menatap sekitar dan tak kutemui keberadaan mas Pram.
Sudah biasa, dirinya sibuk sendiri tanpa mau kubantu. Pernah sesekali aku membantu dia merapikan dan menyiapkan baju kebanggaannya namun malah dilempar begitu saja, entahlah mengapa suamiku itu jadi tak mau disentuh olehku. Bahkan hanya mengelus tangan kekarnya saja ia langsung menepisku.
Mulai bangkit berdiri dan berjalan menuju kamar mandi, ku guyur sekujur tubuh ini. Air dingin membuat rasa kantukku hilang dan berubah menggigil kedinginan, kuambil handuk dan langsung mengeringkan tubuh ini tak lupa mengganti baju dinas dengan dress mini yang terlihat begitu lucu dan cocok dibadanku.
Setelah beberapa saat menghabiskan waktu untuk berdandan, sebenarnya hari ini tak ada acara namun ada rencana yang harus aku lakukan. Ya, kembali menggoda Arfan. Kuyakin sopirku itu pasti mau jika kuberi ia kembali tawaran, bahkan apapun itu. Termasuk menjadi istrinya.
Namun sebelum itu, aku harus lebih cerdik dari mas Pram. Suamiku itu pandai melihat dari berbagai arah, beruntung dirumah ini tak ada satupun CCTV yang bisa memberi bukti perselingkuhan yang akan kulakukan ini.
Melangkah menuruni anak tangga, sudah tiga tahun tinggal dirumah ini sama seperti biasa keadaannya sunyi dan sepi. Aku mencari-cari sosok Arfan namun tak kunjung ditemukan, hingga aku memutuskan untuk mencarinya diluar.
Dan benar saja, lelaki berkaos polos itu sedang mencuci mobilku. Ya mobil yang kubeli dengan uang suamiku, bahkan harganya terbilang fantastis namun mas Pram tak marah akan hal tersebut. Aku kembali berjalan menghampiri Arfan, ia terlihat terkejut kala menyadari kehadiranku.
“Nyonya,” sapanya menunduk. Aku tersenyum simpul, tingkah dan sikapnya sungguh menggemaskan bagiku.
“Fan, gimana tawaran semalam?, bukankah itu dua kali lebih menguntungkan bagimu?” tanyaku, tangan kekar itu menghentikan gerakannya dan beralih menatapku.
“Maaf nyonya, saya menolak karna hal tersebut sungguh sangat b3jat. Saya bukan tipe lelaki berhidung belang, terlebih masih ada ibu yang harus saya tanggung dirumah,” tuturnya menjelaskan, aku menghembuskan napas kasar.
“Apa kamu sama seperti suamiku yang sama-sama tak ingin menyentuh?” lirih aku bertanya, semangatku seakan hilang begitu saja.
“Bu-kan begitu nyonya, tapi kita sama sekali tak ada hubungan suci. Dan jika saya melakukan hal itu hanya demi memuaskan nyonya, mungkin saya akan rugi karna telah membuat dosa besar, sekalipun imbalannya seratus juta. Saya tidak akan mau!” tolaknya lembut, lututku terasa lemas.
Hening sejenak, Arfan kembali meneruskan mencuci mobilku. Sedangkan aku termenung berdiri dalam pikiran yang berkecamuk, apa mungkin aku tak menarik lagi sehingga tak ada yang mau menyentuh?. Pikirku bertanya-tanya, rasa pusing tiba-tiba muncul begitu saja.
“Jika, kamu tak mau menyentuh karna tak ada ikatan suci. Maka nikahilah aku, Fan. Apa kau tega melihatku yang setiap hari tersiksa oleh suamiku? Kau tahukan mengapa aku memintamu menyentuh?, ya karna 5 bulan ini mas Pram sama sekali tak menyentuhku. Apa itu hal yang wajar?” tanyaku, berharap Lela itu iba dan mau menikahi diriku.
Tatapan kami saling bertemu beberapa menit, hingga ia mengalihkan pandangan. Hembusan napasnya terdengar ditelingaku, raut wajahnya menggambarkan jelas bahwa ia tahu tentang diriku yang tersiksa walau dikelilingi seribu harta.
“Apa nyonya tidak malu menjadi istri saya?, saya hanya seorang sopir yang memiliki gaji terbilang kecil bagi nyonya. Berbeda jauh dengan tuan besar, lagipun banyak wanita-wanita diluaran sana yang mau berada diposisi nyonya. Bersyukur dan berdoa lah, agar tuan besar bisa merubah sikapnya,” ucapnya menasehati.
“Apa kau tahu rasanya menjadi patung?” tanyaku. Arfan menggeleng.
“Ya itulah yang kurasakan, ada tapi tak dianggap. Aku tak yakin wanita yang menginginkan posisiku sekarang akan betah untuk selamanya menghadapi lelaki seperti suamiku itu. Aku tahu kau berbicara seperti itu karna tak mau merusak pernikahanku, namun bukankah ini demi kebaikanku yang sedang mencari jalan keluar dari penyiksaan halus dirumah ini?” lanjutku panjang lebar. Sopirku itu hanya terdiam sembari menunduk mungkin ia sedang berpikir dengan ucapanku barusan.
“Ya baiklah, saya mengerti bagaimana perasaan nyonya. Karna sayapun sering kali mendengar tuan besar menyentak dan berbuat tak layak pada Nyonya,” tuturnya, harapan dan semangatku kembali menyala.
“Jadi?...”
“Saya akan memikirkan keputusan, berilah waktu untuk saya,” terangnya. Hatiku bersorak kegirangan seperti anak kecil, ingin sekali aku meloncat namun kali ini aku harus menjaga sikap dihadapan Arfan.
“Baiklah, aku akan tunggu keputusan darimu. Soal pernikahan jangan pikirkan tentang biayanya, biar saya yang menanggung!” ucapku, Arfan mengangguk pelan. Aku meninggalkan dia seorang diri dan bergegas masuk kedalam rumah.
Meloncat kegirangan dibalik pintu, hatiku terasa sangat bahagia walau nyatanya keputusan itu belum tentu pastinya. Namun tak apalah, yang terpenting moodku hari ini tak seperti hari sebelumnya yang hanya selalu murung dan menikmati kesepian.
TAMAT DIKBM APP
JUDUL : SUAMI CADANGAN
PENULIS : Cecilion30_
Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah:
https://read.kbm.id/book/detail/a8716874-db1f-44fc-bb76-9e0d39fdf343?af=fa515ec1-c167-4509-b819-e8fd9f375993