NAFKAH BATIN TERLARANG
NAFKAH BATIN TERLARANG (10)
Mahendra tak membiarkan lama Andre tanpa pekerjaan. Perusahaan sedang sedikit bermasalah dan dia butuh bantuan sang putra untuk secepatnya memulihkan kekacauan.
Andre dengan tangan terbuka menyanggupi permintaan Mahendra. Bagi pemuda itu, ini sebuah kesempatan untuk mengalihkan Tiara yang terus bermain dipikiran.
Hari ini juga Andre mulai disibukan dengan aktivitas kantor. Namun, dia harus mendapat bimbingan terlebih dahulu. Bagaimanapun dia berada di tempat baru, belum menguasai benar sistim kerja di perusahan sang papah.
Selama ini Andre bekerja di perus4han adik papahnya, yakni Sadewo yang berada di Melbourne. Sistim kerjanya sedikit berbeda, karena bergerak di bidang yang berbeda pula.
Andre berusaha menikmati pekerjaan barunya, agar beban hati tertimbun oleh kesibukan. Namun, semua rasanya percuma, kehampaan memenuhi rongga dada. Takdir selalu membawanya pada jalan bernama kerinduan.
Tak terasa empat hari sudah berlalu, selama itu pula Tiara mengurung diri di kamar. Bukan tanpa alasan, tapi badannya yang tak sehat. Suhu tubuh cukup panas selama dua hari sebelumnya, membuat Mahendra maupun Mbok Mar panik dan meminta dokter keluarga untuk datang.
Tak sanggup menahan segala bentuk kesedihan sehingga menciptakan beban berat, membuat kesehatan Tiara terkikis. Di hari ke empat gadis itu mulai membaik, hanya saja untuk keluar kamar ia masih menahan diri, takut bertemu Andre alasannya.
Sesekali saja dia berdiri di balkon kamar, dan tak sengaja melihat Andre, di kala pemuda itu hendak berangkat ke kantor.
Tepat di hari ke lima, Tiara menolak diantarkan makanan oleh Mbok Mar. Dia sudah mengumpulkan tekad keluar dari kamar yang serupa persembunyian.
Meskipun tak yakin bakal sanggup untuk tak mengeluarkan air mata saat bertemu dengan Andre, ia sadar tak mungkin terus menerus mengurung diri, meratap nasib.
Derit pintu dibuka menolehkan kepala Tiara yang tengah menyisir rambut di depan cermin. Seketika tubuh gadis itu bagai terpasung. Sementara debur irama jantung mulai menalu keras.
Sosok yang mati-matian sedang dihindari tengah mengikis jarak dengannya. Tatapan Andre yang dingin membuat kinerja sel-sel d@-rah dalam tubuh Tiara membeku.
Andre berani memasuki kamarku, apakah karena tidak ada Mas Hendra? Batin Tiara, teringat sang suami kemarin sore pamit, pergi untuk beberapa hari, meninjau bisnis yang berada di luar kota.
"Kamu terlihat sehat," ucap Andre dengan nada datar.
Kini Andre berdiri di belakang Tiara, sama-sama saling menghadap cermin. Tubuh tinggi tegap itu nyaris menempel di punggung sang gadis. Segumpal merah dalam dada Tiara makin berdenyut kencang.
"Apakah sakitmu pura-pura karena tak ingin bertemu denganku?" Andre melayangkan praduga seraya menghujamkan tatapan tajam pada Tiara melalui cermin.
"Andre--"
"Ah, atau ... kamu ingin lari dari tanggung jawab karena sudah menipuku selama ini?" Kali ini suara Andre teramat dekat di telinga Tiara. Sehingga embusan napas hangat menerpa sisi kepala sang wanita.
Tiara memejamkan mata, berusaha meredakan de-bur jan-tung yang setiap detiknya menghebat. "Ka--mu salah paham, Ndre."
Andre terkekeh sumbang. "Kalau kamu mengira aku salah paham, kenapa kamu tidak berusaha keras untuk menjelaskan padaku tentang statusmu."
"Kamu tidak memberiku kesempatan untuk itu."
"Tiara!" Suara Andre sedikit mengencang, disertai memutar tubuh Tiara, sehingga kini saling berhadapan nyaris tanpa jarak.
Tiara tak berani menatap lawan bicaranya, sisir dalam genggaman jadi sasaran bola mata.
"Kesempatan itu ada, kamu yang tidak mau memanfaatkannya." Andre menjauh sedikit dari Tiara. Mengusap wajah seraya membanting napas berat.
"Maafkan aku." Suara Tiara tercekat karena mulai terisak.
"Kenapa kamu bisa menikah dengan papah? Apakah kamu tidak tahu bahwa laki-laki yang jadi suamimu itu tidak mampu memberimu nafkah batin?" Diam sejenak, Andre menunggu reaksi Tiara atas ucapannya yang sarkas. Tak berapa lama pemuda itu lanjut bicara, "H@r*ta, apakah karena kek@-yaan Sutedja yang membuatmu rela dinikahi pria im-p*t*n--"
"Cukup, Andre! Ingat, yang kamu bicarakan adalah papahmu?" Mendongak. Namun, hanya sepersekian detik, berikutnya kembali menunduk. Sorot t@-jam Andre tak kuasa ia tantang.
"Aku lebih kasihan padamu, Tiara. Apa kamu mau jadi perawan selamanya demi h@r*ta, hah?! Sebagai manusia normal, apa kamu tidak butuh nafkah batin, tidak butuh keturunan?"
Ucapan Andre mem*-kul telak inti jantung Tiara sampai tubuhnya terguncang. Menutup wajah oleh jemari demi menahan isakan yang ingin terlontar keras, jangan sampai suara tangisnya terdengar keluar kamar. Bisa mengundang bah@-ya.
Andre mundur seraya mende-ngkus. Pemuda berkulit putih itu meninggalkan Tiara yang tengah tersedu pilu. Ingin ia merengkuh tubuh yang semakin berguncang itu. Namun, amarah dan kecewa tingkat tinggi membuatnya menahan diri.
Sebelum tangan Andre meraih handel pintu, Tiara memanggil dengan suara parau, "Andre!"
Pemuda itu menunggu untuk beberapa detik sampai Tiara kembali bicara.
"Aku mencintaimu, sungguh aku cinta sama kamu. Namun, statusku sebagai mama tiri membuatku tak berani mengakui kebenaran. Maafkan aku, bukan keinginanku dinikahi papahmu, tapi--"
"Tapi apa?"
"Orang tuaku beru*t@ng tidak sedikit pada Mas Hendra, kami tidak mampu memb-*y@rnya, dan aku menyanggupi dinikahi Mas Hendra supaya ut*@ng itu bisa lunas."
Bagai disengat ribuan volt listrik mendengar penuturan Tiara. Andre kembali memutar badan, tapi tetap di tempatnya berdiri. "Apa katamu? Kamu dinikahi papah untuk melu*n@-si ut@-ng?" Dengan ekspresi teg-ang.
"Itulah kenyataannya."
Hening beberapa saat. Keduanya hanyut dengan pikiran masing-masing.
"S!@£l!" Usai meng*m*pat, Andre membuka pintu dengan k@-sar, kemudian menutupnya kembali, dengan cara dib@-nting. Suara debumnya menyeng@t lara di hati Tiara.
**
Semenjak keluar dari kamar Tiara tadi pagi, hingga kini hampir pukul duabelas malam Andre tak nampak batang hidungnya. Menurut keterangan Mbok Mar, den bagus pamit pergi, tapi entah mau kemana.
Meskipun khawatir karena Andre pergi membawa hati yang carut m@rut, bagi Tiara mau pulang atau tidak biarlah, mengingat jika ada pemuda itu ketegangan kerap kali mewarnai kesehariannya.
Mata yang baru saja memejam terpaksa Tiara buka lagi, ketukan di pintu mengusiknya. Terpaksa beranjak dari tempat tidur. Penasaran siapa orang yang ingin bertemu dengannya selarut ini.
Begitu anak kunci terlepas dari induknya, pintu dibuka dari luar secakasa@-sar dengan tiba-tiba. Tiara mem€-kik kecil, hampir terj€-ngkang dibuatnya, dengan sigap gadis itu menyeimbangkan diri.
Jantung mendadak tidak teratur detaknya, di ambang pintu Andre menatap sendu, kaki panjangnya mulai digerakkan dengan langkah semp0-yongan.
Dilihat dari kondisi Andre, Tiara menyimpulkan pemuda itu sedang dipengaruhi alk0-hol, diperkuat aroma menyeng@t yang mengu@r dari mulut saat dia menyebut namanya, "Tiara!"
Andre melangkah lebih masuk. Tiara segera mer@up tubuh tinggi tegap itu ketika terhuyung, supaya tak 4mbruk di lantai.
"Kamu salah masuk kamar, Ndre. Kamu m-*buk?" Tiara tak menyangka Andre akan melarikan masalahnya dengan m!-nu-man k€-ras.
"Aku tidak m*buk, Tiara. Tolong jangan tinggalkan aku lagi. Aku mencintaimu." Andre mer@-ngkul sang gadis.
"Aku antar ke kamarmu, ayo." Tiara menahan bobot Andre dengan kepayahan.
"Tidak! Aku mau sama kamu, Tiara. Aku tahu kamu merin-dukan aku dan membutuhkan aku---"
"Tidak, Andre! Kamu mer@-cau karena m*buk. Ayo, ke kamarmu."
"Aku sudah bilang, aku tidak m*-buk, Tiara. Aku akan tidur bersamamu malam ini. Aku akan menggantikan papah memberimu nafkah batin." Andre melampiaskan segenap ker!-nduannya pada Tiara dengan mend@-ratkan c**man bertubi-tubi di l€-her, pundak, dan nyaris di seluruh wajah wanita yang didekapnya.
"Jangan gila, Andre! Tolong sadar, aku pengganti mamamu, aku istri papahmu." Tiara kewalahan men@han s*rbuan k*-c*-pan penuh g*-i*rah sang pemuda.
Tiara memekik kecil, tubuhnya tiba-tiba melayang dan refleks melingkarkan kedua tangan di leher Andre. Sejenak wanita itu membeku saking terkejut tu-buhnya berada dalam gend0-ngan.
"Turunkan aku!"
Andre menurunkan tubuh ramping itu, tapi di atas tempat tidur. Tiara mencoba bangun, tapi sang pemuda kembali membaringkan p@-ksa dan men*-n*dihnya.
"Andre, kumohon hentikan, jangan melakukan kes@lahan yang akan menimbulkan penyes@lan nantinya."
Air mata yang mengalir deras di pipi Tiara tak meluluhkan hati sang pemuda untuk berhenti menj*m*-hnya. "Andre, sadarlah! Aku istri papahmu, tolong jangan lakukan--"
Ucapan Tiara terp@ngkas. Lengkung tipis merah mudanya dibungk@-m bi-bir ber@roma alk0-hol. Andre bukannya ters@dar, tapi makin br*-tal. mengunci sang gadis dalam kun9-kungannya hingga tak berd@-ya.
**
Bab selanjutnya bisa dibaca di KBM App, ya. Makasih semuanya yang sudah berkenan mampir di lapakku 🙏😘
Judul : NAFKAH BATIN TERLARANG
Penulis : RinduAllea05
Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link dibawah:
https://read.kbm.id/book/detail/fb6d6844-b9f9-4eb3-91ca-0c21212774ab?af=1257f12d-670b-b786-f3d5-6bf81247308c
🥰🥰🥰