Awalan

Baca selengkapnya


 #2 "Istriku udah nggak menarik lagi, wajah kusam kaya p4_nt4t panci. Badan kurus tapi makan porsi kuli, penampilan jadul kampung4n! Aku betah-betahin karena ada anak aja!" ucap Dewa.


***


"Apa seenak itu kuenya?"


Arumi yang sedang sendiri, menoleh pada seorang laki-laki yang tiba-tiba menyapanya di acara family gathering di perusahaan tempat suaminya bekerja.


"Semua kue ini memang enak banget. Apalagi yang cheese cake ini, dia sangat soft dan creamy sesuai selera saya," tutur Arumi. 


"Terlihat sekali dari cara kamu menikmati kue itu, seakan-akan mereka adalah kue termahal di dunia. Saya sangat senang melihat nya."


Arumi tertawa kecil, "Saya tidak tahu kalau dengan makan kue ini bisa membuat orang lain senang, kalau gitu saya mau habiskan ini semua," ucap Arumi bercanda. 


Laki-laki itu tertawa. "Jika kamu mau, saya akan sediakan lagi yang sama seperti itu. Ngomong-ngomong, kamu tidak ingat saya?"


Arumi memicingkan kedua matanya berusaha mengingat-ingat, "Maaf, apa kita pernah bertemu?"


"Sekitar 1,5 tahun lalu, kita terjebak di dalam lift yang macet. Kamu meminta saya bersholawat yang banyak agar liftnya jalan lagi. Lalu kita bersholawat bersama, dan tak lama liftnya jalan."


Arumi menemukan ingatannya, "Iya...saya ingat. Waktu itu saya sedang mengantar berkas suami saya yang ketinggalan. Ya Allah, untung saja liftnya cuman macet sebentar."


"Saya tidak akan lupa dengan peristiwa tersebut, bagi saya itu adalah pengalaman yang sangat berkesan. Masih ingat dengan nama saya?"


Arumi hanya nyengir. "Maaf..."


"Nggak papa, kita kenalan lagi saja. Nama saya Aksa, kamu Arumi kan?" 


Arumi tersenyum sambil mengangguk. 


"Kita bicara dengan bahasa yang santai saja ya, tidak perlu secara formal. Panggil saya Mas Aksa saja. Dan aku panggil kamu Arumi. Boleh?"


Arumi terhenyak, "Eee...tentu saja boleh."


"Terimakasih," ucap Aksa lalu menghela nafas  pelan. "Em.. kamu ke sini sama siapa?"


"Saya bersama suami dan teman kami, Mas Aksa kenal dengan Dewa dan Toni? Dewa suami saya," tutur Arumi.


"Maksudmu, Dewa Arya?" ucap Aksa sambil menunjuk seseorang di kejauhan. 


Arumi mengikuti arah telunjuk Aksa. "Iya itu suami saya."


"Terjawab sudah," ucap Aksa tersenyum.


Arumi mengernyit tak paham. 


"Pantas saja dia punya banyak prestasi di perusahaan, ternyata dibalik itu ada kamu, istri yang luar biasa," ucap Aksa. 


Arumi tersenyum malu. "Alhamdulillah, ternyata suamiku sangat membanggakan."


"Kenapa kamu di sini saja daritadi? Ayo kita hampiri suamimu!"


Arumi menggeleng. 

"Dia menyuruh saya untuk menunggu di sini, katanya mau cari Bosnya dulu." Kata Arumi. 


Aksa tertawa, "Sudah, ayo kita ke sana. Aku akan kasih tahu dimana bos perusahaan ini," ajak Aksa. 


Arumi mengangguk lalu berjalan mengikut di belakang Aksa.


Di sisi lain. Dewa dan Toni membelakangi tempat Arumi dan Aksa yang tengah berjalan mendekatinya.


"Wa, Dewa. Udah punya bini, masih aja ngumpul sama para jomblo keren! Bini mu mana?" Ejek Dito, rekan kerja Dewa dan Toni. 


Dewa tertawa, "Nggak papa lah, mending ngumpul sama kalian daripada gandeng istri yang kampungan. Malu aku!" 


"Gitu ngapain nikah sama dia, Bro?" Tanya Dito. 


"Ya dulu dia menarik, sekarang enggak lagi, Bro. Bingung kadang-kadang aku!"


"Itu kenapa aku ngga mau nikah, takut malah banyak masalah," ucap Dito lalu tertawa.


Toni hanya mendesah mendengar percakapan Dewa dan Dito. 


Percakapan tersebut ternyata juga sempat didengar Aksa yang sudah berada beberapa langkah di belakang mereka. 


Aksa langsung berbalik menatap Arumi. Arumi pun kaget karena Aksa tiba-tiba mematung. 


"Ada apa, Mas Aksa?"


"Arumi, boleh aku minta tolong?" 


"I..iya..."


"Kita kembali ke tempat tadi ya, tiba-tiba saya ingat kalau ada urusan. Kita kembali ke tempat kue tadi sesuai pesan suamimu," ucap Aksa. 


Arumi mengangguk. 

Mereka pun berjalan kembali ke tempat semula mereka bertemu. 


Aksa bermain dengan pikirannya. Sesekali dia menatap wanita yang sedang berjalan di sebelahnya. Sesekali ia mengehela nafas pelan. 


Sesampainya di tempat kue, Aksa masih bertengger dengan raut sedikit bingung. 


"Katanya ada urusan, Mas?" 


"Iya, kamu tidak apa-apa sendiri di sini?"


Arumi tertawa kecil. "Tentu saja, lagian banyak orang di sini," kata Arumi menyapu pandangan ke seluruh gedung. 


"Baguslah, saya permisi dulu ya," pamit Aksa.


Arumi mengangguk. Aksa pun pergi meninggalkan Arumi. 


Selang beberapa waktu, 2 orang pelayan laki-laki datang untuk meletakkan meja panjang di sebelah meja kue. Tak lama datang 1 orang berpakaian koki diikuti 2 pelayan di belakangnya. Mereka membawa beberapa makanan lezat khas hotel bintang 5 lalu meletakkannya di meja panjang tadi.


Melihat itu, kedua mata Arumi merekah. 

"Ini semua buat tamu, Pak?" Tanya Arumi.


"Betul, Bu. Sebenarnya ini makanan yang tersaji di ruang para pemegang saham perusahaan, barusan kami dapat instruksi untuk memindahkannya ke sini supaya bisa dinikmati semua karyawan dan keluarganya. Silahkan dicicipi semua, Bu. Semoga berkenan," ucap laki-laki berpakaian Koki tersebut kemudian berlalu pergi.


Arumi memandangi makanan yang ada di depannya dengan air saliva yang hampir menetes. Ia benar-benar sudah siap menerkam semua makanan tersebut. 


Beberapa menit kemudian, Dewa dan Toni menghampiri Arumi yang sedang sibuk menyantap makanannya. Sebelum benar-benar sampai, Dewa berbalik sambil memegang dahinya. 


"Kamu lihat, Ton! Kaya ngga pernah dikasih makan aja dia, piring sampe menggunung gitu, padahal mulut masih penuh. Makan ngga ada anggun-anggunnya. Arghhh gedek banget!" Ucap Dewa kesal. 


"Sabar, Wa. Setahu aku ibu menyusui memang bawaannya laper terus," jawab Toni. 


"Ngga tahu lagi lah!" ucap Dewa kemudian berbalik mendekati Istrinya. 


"Yang, Ayo pulang!" 


"Sebentar, Yang! Aku selesaikan dulu makanku," ucap Arumi. 


"Udah, Ayo. Tiba-tiba aku pusing, pengen cepet-cepet sampe rumah," kata Dewa menarik tangan Arumi.


Ajakan Dewa membuat Arumi cepat-cepat menelan makanan yang masih ada di mulutnya sampe beberapa bagian makanan keluar dari mulut dan jatuh ke lantai. 


"Astaga, Yang!" Kata Dewa menatap jijik.


"Iya..iya sebentar, Sayang. Aku taruh dulu piringnya," kata Arumi sambil buru-buru meletakkan piring makannya di meja. 


"Duluan, ya Ton! Kami pulang naik taxi aja," ucap Dewa sambil menarik tangan istrinya untuk keluar gedung.


Melihat kejadian itu, Toni mendesah kasar sambil diam-diam mengepalkan tangannya dengan kuat.


Lanjut?


Yuk baca full cerita ini👇

https://read.kbm.id/book/detail/7c58aaa5-f8c5-137a-a4c5-da068a3882b1?af=69c319a9-96c2-39fd-f2a2-de5013fcc48b





Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel