Bau Dari Milik Suamiku Bab 7
BAU DARI MILIK SUAMIKU
Bab 7
"Kalau nggak diobatin, bisa-bisanya anunya busvk!" bisikku sedikit berteriak.
Karmila nampak terkejut sambil menutup mulutnya. Terlihat juga dia memegangi bagian inti tubuhnya sambil bergidik ngeri.
"Aku permisi dulu, Mbak," ujar Karmila dengan kikuk. Sesekali dia melirik ke arah Mas Imron pintu rumah dimana Mas Imron masih berdiri dibelakangnya.
Aku tertawa sinis melihat sikap Karmila yang seperti ketakutan. Bisa-bisanya dia sempat lirik-lirikan sama Mas Imron sebelum pulang.
Saat berbalik, tak disangka Mas Imron juga terus melihat ke arah Karmila yang semakin menjauh.
"Heh, ngapain kamu liatin dia begitu?! Udah sana lanjut makan!" seruku mendorong tubuh Mas Imron yang tinggi tegap itu.
"Siapa juga yang ngeliatin dia," ujar Mas Imron berkilah. Aku berdecih, jelas-jelas dia ngeliatin si Karmila itu. Masih aja bisa ngeles padahal udah ketangkap basah.
"Oh iya, kamu lihat motor barunya Karmila tadi? Bagus 'kan?" tanyaku sarkas dengan mata memicing.
"Hah, baru? Tau dari mana kamu?" Mas Imron membuang muka, lalu bertolak ke depan televisi melanjutkan makan yang tadi sempat terjeda.
"Tadi dia yang cerita, katanya baru tiga bulan kredit," ujarku terus memanas-manasi Mas Imron. Dia nampak tidak senang, wajahnya ditekuk dengan bibir mengerucut.
"Hebat ya, cuma jualan rujak tapi bisa beli motor pakai DP 5 jut4!"
Mas Imron mematung sambil berusaha menelan makanan yang ada di mulutnya. Aku sengaja menyebutkan nominal itu demi melihat ekspresi Mas Imron.
"Tau dari mana kamu kalau DP motornya 5 jut3?" tanya Mas Imron, wajahnya mendadak pias.
Kalau aku bilang tau dari mutasi rekeningnya, maka rencanaku untuk membongkar hubungan mereka bisa gagal. Nanti malah Mas Imron mencari alasan untuk menutupi kebohongannya.
"Nanya lah, kali aja kamu mau beliin aku motor juga. Kalau cuma DP 5 jut4 pasti kecil lah, kan selama tiga bulan ini aku gak pernah minta u4ng kamu," sindirku lagi.
Mas Imron tiba-tiba tersedak makanannya. Pasti saat ini dia panik, takut aku tiba-tiba minta uang gajinya selama 3 bulan ini. Padahal u4ngnya sudah raib di gondol jand4!
"Santi, ambilin minum. Kok malah diem aja!" tegur Mas Imron karena aku diam saja melihatnya yang terbatuk-batuk.
Aku memutar bola mata jengah, lalu mengambil secangkir air untuk Mas Imron.
"Kita kan udah punya motor, San. Ngapain kamu minta beli motor lagi, mending u4ngnya buat beli mobil aja."
"Mobil? Emang kamu punya u4ng berapa nawarin beli mobil, Mas?" tanyaku sedikit mendesak. Kira-kira dia akan jujur atau enggak kalau di ATM-nya ternyata kosong.
Mas Imron mengalihkan perhatian dengan menggerogoti tulang ikan. Lalu balik bertanya kepadaku.
"Kamu sendiri udah punya tabungan belum, San?"
Aku tersenyum miring. "Kamu pikir aku selama ini kerja atau main, Mas? Ya jelas punya lah meskipun cuma 50 jut4!" seruku penuh penekanan.
Mas Imron langsung cengo mendengarnya. Untung saja tidak tersedak tulang ikan!
"Kalau kamu punya berapa jut4, Mas?" tanyaku.
Kali ini Mas Imron tak bisa menjawab. Mungkin sudah kalah telak denganku. Jelas lah! Secara dia sudah gak punya apa-apa, berobat ke dokter saja pakai u4ngku!
"Ya udah, u4ng kamu simpan dulu. Nanti Mas tambahin buat beli mobil," ujarnya ringan sambil membereskan bekas makannya.
Aku tertawa sumbang mendengar jawaban Mas Imron yang penuh keboh0ngan.
Sepertinya akan sulit untuk mencari bukti kalau aku tetap di rumah. Mas Imron juga pasti gak akan sembrono jika ada aku.
"Apa aku pura-pura balik ke tempat kerja ya?"
Obat Mas Imron juga cuma sisa 2 hari. Setelah ob4tnya habis, pasti Mas Imron akan mulai bekerja lagi.
Tapi kalau keluar dari rumah ini, bagaimana caraku menyelidiki Mas Imron?
"Ah aku tau caranya!"
Aku tersenyum lebar saat sebuah ide cemerlang tiba-tiba muncul di kepalaku.
BERSAMBUNG.
BACA SELENGKAPNYA DI KBM
JUDUL : BAU DARI MILIK SUAMIKU
PENULIS ACHA07
https://read.kbm.id/book/detail/07033c2e-c576-43b9-aa86-ff7368b9d8f0