TERJERAT NIKMATNYA DOSA
T€RJ€R@T NIKM4TNYA D0$@ (9)
Pagi ini aku datang ke warung sembako, bukan untuk belanja, tapi mau ngelu-n@sin sisa ut-@ng.
"Bu Deti--"
Belum selesai aku ngomong, wanita yang kupanggil langsung memasang wajah sinis disertai ucapan yang pedes, "Gak bakal dikasih kalo mau ngu-t@ng, kecuali dilun-@sin dulu sisa ut-@ng yang kemaren!"
Elaah, dasar w@nita b@dan g3ntong, bisa gak dengerin dulu gitu, jangan main potong omongan orang. Kan jadi malu sama ibu-ibu lain pada ngeliatin, disangkanya iya mau ngu-t@ng lagi.
Meskipun ucapan Bu Deti meninggalkan rasa dongkol dan perih di hati, aku tetap bicara ramah. "Anu, Bu. Niti gak bakal ngu-t@ng, justru Niti ke sini mau ba yar ut@-ng."
"Waah, serius, Nit?" Muka Bu Deti berubah semringah. Senyumnya dimanis-manisin. Aku mencebik dalam hati.
"Iya, bener kok, Bu."
"Rupanya kamu udah banyak u@ng ya, Nit?"
"Alhamdulillah, Bu, Niti lagi dapat rezeki. Oh iya, ut-@ngnya tinggal berapa lagi, Niti lun@sin semua." Sambil mengeluarkan dompet kecil dari tas selempang yang kubawa. Biar cepet beres, aku males berlama-lama.
"Wah, beneran ternyata si Niti. Sebentar ya, ibu lihat dulu sisa ut@ngnya." Wanita yang selalu memakai daster besar untuk menutupi bad@nnya yang g3muk itu mengambil buku bon.
"Ngomong-ngomong kamu mau ke mana, Nit? Rapi bener, pake makeup lagi," celetuk salah seorang wanita yang usianya jauh lebih dewasa dari aku. Matanya mengamatiku dari ujung rambut sampai ujung sepatu.
"Oh ini, mau ke pasar b3li baju buat Ramzi dan sarung buat bapaknya."
"Sudah banyak u@ng kamu ya, Nit. Bisa bel@nja baju segala. Padahal ibu lihat suamimu ng@nggur."
Mendengar ucapan wanita yang tidak lain Bu RT, hatiku menjadi resah, takut ketahuan dari mana hasil u@ng yang aku dapat. Namun, sebisa mungkin aku sembunyikan perasaan ini dengan bersikap biasa.
"Itu, Bu, anu, Kang Rus dapat kiriman dari orang tuanya dari hasil panen kebun," ucapku, terp@ksa ngebohong.
"Oh, baguslah kalau gitu, tapi penampilan kamu kaya mau kondangan bukan ke ...."
"Ut@ngmu tinggal ti ga ra tus lima puluh ri bu lagi, Nit." Bu Deti kembali setelah menghitung jumlah ua ng dalam buku kasbon pelanggannya ini, sehingga memotong ucapan Bu RT.
"Ya udah, Bu, Niti lun asin semua, selagi ada u@ngnya." Aku ngeluarin lembaran merah dari dompet, lalu diserahkan ke Bu Deti yang lagi cengengesan.
Setelah tr@ns4ksi beres, aku secepatnya meninggalkan warung Bu Deti, takut ibu-ibu di sana makin mencecarku dengan pertanyaan yang gak bisa kujawab. Apa lagi Kang Rus memang sudah lama nganggur, bisa gawat kalau ketahuan aku berbohong.
Meskipun aku udah ngasih jawaban yang masuk akal, tetep aja ngerasa cemas, takut mereka gak percaya. Aku ngarep banget ibu-ibu di warung Bu Deti gak mencurigai aku sebagai perempuan p3nghibur.
Hatiku sebenarnya menj3rit jika inget hal itu. Namun, di saat ngebayangin hidupku perlahan mulai berubah lebih baik, kembali aku tepis perasaan berd0-sa itu, toh ini juga atas izin Kang Rus.
Peduli amat lah apa yang sedang mereka pikirin, yang penting aku gak ngerugiin mereka, bye.
**
Tujuanku sebenarnya bukan ke pasar, seperti yang aku katakan pada Bu RT sewaktu di warung Bu Deti. Tujuanku ke suatu tempat untuk menemui seseorang yang hendak memakai ja$aku. Namun, aku harus menemui dulu perantaranya.
Kemarin malam ada si Sigit ke rumah. Dia tahu profesiku sebagai apa. Teman Kang Rus itu membawa pesan dari seseorang yang sampai saat ini belum aku ketahui siapa orangnya.
Suamiku menyarankan supaya memenuhi permintaan orang tersebut dengan diiming-iming pasti bakal dapat hasil banyak. Aku pun mengiyakan saja.
Aku janjian sama si Sigit di dekat pasar, lebih tepatnya dekat jongko buah-buahan, nanti dia yang bakal nganterin aku nemuin orang tersebut.
"Hayuk, teh, kita cabut aja." Tanpa basa-basi si Sigit langsung memintaku naik ke motor bututnya, sementara dia sudah siap-siap.
"Hayuk. Lagian panas nih, ntar dandanan teteh keburu luntur." Segera menaiki motor milik pemuda p3-ndek berku-lit hit@-m itu di belakangnya. Gak berapa lama si Sigit membawa motornya melaju di jalanan.
"Git, laki-laki yang mau ketemu aku itu siapa, sih?" Karena penasaran dalam perjalanan aku mengajukan pertanyaan dan ini pertanyaan yang kedua setelah malam tadi.
"Nanti juga teh Niti tau orangnya. Pokoknya dia orang k@-ya dan terpandang, banyak dv-itnya. Saya juga belum kenal betul, cuma tahu dari teh Uut."
"Orang kaya dan terpandang? Saha, sih? Terus teh Uut siapa lagi?"
Aku berpikir keras, emang ada gitu orang kaya dan terpandang yang butuh jasa servis ran jang wanita kampung macam aku, selain si bandot tua juragan Oding?
"Udah lah, teh Niti mah gak usah banyak mikir, yang penting itu juragan bakal ng@sih dvit banyak, asal ...."
Ucapan Si Sigit yang sengaja gak diterusin, membuatku makin penasaran. "Asal apa?"
"Asal service dari teh Niti h0t markotop, itu pun kata juragan." Sigit mengacungkan jempol kirinya ke hadapanku tanpa menoleh dan tatapan tetap fokus ke depan.
"Itu mah tenang saja, teteh jagonya."
"Nah, kitu, Teh. Sip lah."
Dalam waktu tiga puluh menit, aku sama Sigit tiba di suatu tempat, itu pun setelah melalui jalan yang cukup berkelok-kelok yang diapit perkebunan teh. Motor berhenti di depan sebuah bangunan mirip vila.
"Ini bukanya villa ya, Git?" kataku sambil turun dari motor setelah Sigit mematikan mesinnya.
"Bener, teh. Itu villa yang dis3w@ juragan."
"Oh." Aku manggut-manggut.
Sigit mengajakku mendekati bangunan yang gak bertingkat itu. Sebelum kami mengetuk pintu atau memijit bel, benda itu tiba-tiba dibuka dari dalam. Seorang wanita berbadan montok dan bermake-up cukup menor menyambutku.
"Akhirnya kamu datang juga. Ayo, masuk dulu," ucapnya cukup ramah.
Semakin bertambah heran lah aku, kok yang nungguin aku wanita, bukan juragan yang dimaksud si Sigit. Sebelum mengikuti perempuan itu masuk, aku menoleh pada si Sigit, buat minta penjelasan.
"Udah, teteh mah ikutin aja apa kata Teh Uut. Dia juga suruhan jur@gan."
"Oh, jadi itu yang namanya teh Uut? Terus, kamu sendiri gimana?"
"Saya mah udah selesai tugasnya, cuma nganterin teh Niti ke sini. Nah, buat selanjutnya tugas teh Uut. Sekarang teteh masuk aja, saya mau balik ke tempat kerja."
Ya sudah lah, sebaiknya aku cari tahu sendiri siapa itu Teh Uut dan siapa itu juragan. Aku pun akhirnya menyusul wanita berpakaian cukup sek si yang sudah berjalan agak jauh di depan.
Sambil melangkah aku mengamati isi rumah villa ini, sampai sudut-sudut ruangan gak lepas dari sambaran mata. Sebagai orang mis kin, aku terkagum-kagum dengan segala isinya, menurutku serba mewah.
"Niti, sini, ikutin saya!" Teh Uut berseru di depan pintu yang terbuka, sehingga memperlihatkan ruangan di dalamnya, seperti kamar.
"I--iya, Teh." Duh, kenapa ngedadak jadi gugup.
Apakah itu kamar juragan? Mungkin Juragan ada di sana. Jantung rasanya makin berdegup gak karuan.
Bersambung
***
Di Kbm App sudah ada banyak babnya, gaes, yuk kepoin ke aplikasi 😊
Judul : TERJERAT NIKMATNYA DOSA
Penulis : Nyghta Mustika
Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah:
https://read.kbm.id/book/detail/26facd14-3fce-5c08-96d4-b3830f7a6e7e?af=acea92be-2197-bc69-97c2-a7f94feb503d
🥰🥰🥰