Awalan

Benih yang Disembunyikan ( Dia Anakmu, Mas!)


 "Seret mereka!"


"Arak mereka!"


"Arak dan bawa keliling kampung!"


"Jangan beri ampun!"


Suara riuh warga yang berbondong-bondong masuk ke dalam rumah almarhum pak Sutarjo. Sepasang kekasih sedang memadu kasih di kamar dan kepergok warga yang yang sedang melakukan keliling saat berjaga malam.


Keduanya seketika terkejut dan menghentikan aktivitas haram tersebut. Kemudian memakai baju yang tercecer.


"Dasar pria bejat! Wanita hina!"


Seorang wanita paruh baya memaki keduanya menggunakan logat jawa. Ia tak menyangka jika anak bungsunya bermain api dengan kakak iparnya sendiri. Sungguh kekecewaan yang mendalam dan pukulan terberat baginya. Tak bisa bayangkan bagaimana perasaan anak sulungnya saat tahu istrinya berselingkuh dengan adiknya sendiri.


"Bawa mereka!" Perintahnya pada warga yang sudah masuk ke dalam kamar tersebut.


"Tapi jangan arak keliling kampung, bawa saja ke pak kades!" Perintahnya lagi dan warga pun patuh. Mereka merasa kasihan pada wanita yang baru saja ditinggal mati oleh sang suami beberapa hari yang lalu. Demi kesehatan mental, warga tak ingin membuatnya semakin banyak pikiran karena anak dan menantunya diarak keliling kampung oleh warga.


***


Kejadian 18 tahun silam masih terngiang-ngiang dalam otak seorang wanita yang kini berada di dalam rumah sakit jiwa di daerah Magelang. Wanita itu sering menangis saat teringat kejadian malam kelam tersebut. Sebuah kesalahan fatal yang hanya memikirkan kesenangan sesaat hingga akhirnya ia menyesali perbuatannya seumur hidup.


"Dewi Saputri. Aku talak engkau, aku talak engkau, aku talak engkau!"


Ikrar talak terucap dari mulut sang suami malam itu juga. Bahkan, setelah itu ia tak tahu harus berbuat apa. Di mana sang suami kembali ke Jakarta tanpa meninggalkan pesan apa pun dengannya. 


Ibu mertua diboyong serta, meninggalkan dirinya dan sang selingkuhan. Penyesalan terberat dalam hidup Dewi Saputri yang mampu merubah hidup dan mentalnya hancur hingga ia harus dilarikan ke rumah sakit jiwa sampai detik ini.


"Bu," panggil seorang gadis padanya.


Bahkan, ia sampai tidak sadar jika telah memiliki putri cantik yang kini sudah tumbuh dewasa. Ia juga tak tahu, bagaimana anaknya bisa hidup sampai detik ini hingga umurnya hampir menginjak usia 18 tahun.


"Hari ini Anjani akan pergi ke kota, Bu. Anjani akan bekerja, kakek sakit-sakitan dan butuh biaya untuk berobat. Sedangkan jika Anjani tetap di sini, untuk makan saja susah, sedangkan om sudah lari dari tanggung jawab. Om sudah tidak pernah memberi u4ng sama Anjani selama hampir 5 tahun. Katanya, Anjani sudah bukan tanggung jawabnya lagi. Anjani sudah bisa cari uang sendiri."


Anjani Putria, memeluk sang ibu sambil menitihkan air mata. Membayangkan betapa sulitnya ia untuk bertahan hidup selama lima tahun terakhir. Setiap hari harus bangun pagi, membuat gorengan yang ia jajakan di sekolah demi bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari dirinya dan sang kakek yang sudah renta.


"Ibu tenang aja, nanti kakek akan ikut sama om, kok. Anjani titipkan kakek sama dia, nanti kalau Anjani sudah banyak u4ng. Anjani akan kembali merawat kakek dan sering jenguk ibu."


Anjani mengusap wajah keriput sang ibu yang kian hari tubuhnya terlihat semakin kurus. Entah efek obat, atau karena memang umurnya yang kian menua.


"Oh iya, Anjani bakal kerja di tempat orang kaya loh, Bu. Seorang pengusaha yang memiliki perusahaan cabang di Magelang juga. Tapi sayang, Anjani hanya kerja sebagai pembantu di rumahnya. Tapi nggak apa-apa, Anjani senang kok. Soalnya gajinya gede, setara dengan pekerja buruh pabrik di sini," ujarnya tersenyum menatap wajah ibu yang tanpa ekspresi sama sekali. Tatapannya selalu kosong.


"Doakan Anjani ya, Bu. Semoga Anjani betah di sana." Anjani kembali memeluk sang ibu yang terus diam.


"Sekarang ibu masuk ke kamar ya, Anjani antar terus Anjani kelonin ibu. Soalnya, besok kita sudah nggak ketemu lagi." Anjani membantu sang ibu berdiri lalu menuntun kembali ke kamarnya.


Sesuai dengan janjinya yang akan menemani sang ibu sampai terlelap. Air mata Anjani akhirnya lolos juga saat mengusap-usap kepala sang ibu seperti seorang ibu yang sedang menidurkan anaknya.


"Maafkan aku, Mas. Aku menyesal," ucap Dewi seperti mengigau, tetapi memang kebiasaannya tidur adalah selalu meminta maaf dan bilang menyesal. Masa lalunya menjadi bayang-bayang yang terus menghantui dan memori yang tertanam dalam otak serta hatinya.


"Sampai kapan ibu seperti ini terus, sudah sekian lamanya aku masih juga tidak tahu siapa orang yang ibu maksud. Bahkan, aku sendiri tidak tahu siapa ayahku. Entah aku ini anak haram atau bukan," gumam Anjani menatap sendu sang ibu yang sudah terlelap.


Dengan berat hati, Anjani pergi meninggalkan sang ibu dan segera pulang untuk mempersiapkan diri pergi ke Jakarta. Seseorang akan menjemputnya di terminal sore nanti.


Kepergiaannya merantau merubah hidup Anjani sepenuhnya. Banyak hal dia temukan dibalik rahasia yang selama ini tersimpan.


Judul : Benih yang Disembunyikan ( Dia Anakmu, Mas!)

Penulis : Agung Ahmad S

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel