Awalan

Ketika Suami Lembur Malam

 

"Sekali lagi cantik, masih ada waktu  ...." Pria bertubuh kekar itu kembali meraih pinggang wanita yang sudah nampak begitu kelelahan. 


"Ja-jangan lagi, Bang  ... sebentar lagi mertuaku akan bangun...." Wanita itu menepis lemah tanpa daya.


"Biasanya juga bangunkan? Tapi tidak akan pernah ketahuan kalau d*****mu tidak terlalu ker4s." Lelaki itu terkekeh menggoda. 


"Perasaanku tidak enak sejak kemaren, Bang. Sudah terlalu banyak dos4 yang kulakukan di rumah ini. Cepat atau lambat pasti akan ketahuan, dan hanya kematianku saja yang bisa menebus luka hati suamiku. Sepertinya Ibu mertuaku sudah curiga, kemarin dia bahkan menanyaiku kenapa keramas terus, dan bercak merah di leherku," 


"Tapi kamu bisa mengatasinya kan, sayang?"


"I-iya, sih, Bang. Tapi bukan tidak mungkin Ibu mertua masih menaruh curiga. Bagaimana kalau dia memata-matai kita. Apa sebaiknya Abang tidak usah datang dulu untuk beberapa malam...."


Nari, jangan bicara aneh-aneh. Katanya mencintaiku? Tapi pikirannya malah ke mana-mana? Tenanglah tidak akan pernah terjadi hal seperti yang selalu kau khawatirkan itu. Ibu mertuamu sudah tua, mana kepikiran sampai ke sana dia. " Tidak hirau pria bernama Aras itu dengan kecemasan Inari, ia kembali memulai aksinya.

 

"Sudahlah, Bang  ... pergilah, aku sungguh tidak kuat menanggung rasa bersalah ini setiap waktu, setiap kali menatap wajah suamiku, dia kelelahan siang dan malam mencari nafkah, tapi aku malah memasukkan lelaki lain ke dalam kamarnya, Wanita macam apa aku, Bang  ... kenapa Abang menjadikanku seburuk ini...." Inari terisak, tapi walau beribu penolakan yang membludak dalam dada, tetap saja dia tidak m4mpu untuk sekedar mendorong d*da pria itu. 


"Jangan katakan lelaki lain. Itu terdengar menyakitkan. Yang sebenarnya kita adalah sepasang kekasih sehidup s*m4ti. Tidak ada yang akan memisahkan kita." Aras begitu posesif melakukan apa saja yang ada pada Inari.


"Tapi kenapa seperti ini? Kenapa harus berkubang d*sa...?" lirih isakan Inari. 


"Apa kita punya pilihan lain, Nari? Suamimu itu tidak bisa membahagiakanmu, sedangkan aku tidak bisa melupakanmu. Ini adalah jalan satu-satunya agar kita saling melengkapi." 


Inari ingin sekali mendorong tubuh yang luar biasa kokoh itu, tapi sepertinya ucapannya tidak sejalan dengan apa yang ada di hatinya. Dia hanya m3ronta sebentar. 


Lamat-lamat suara azan terdengar dari kejauhan, Inari nanar menatap Aras yang telah mengemas diri, memakai pakaian yang  teronggok ke lantai, menelisiknya dengan tatapan tajam penuh kepuasan lantas mendekati. 


"Aku akan datang lagi nanti malam ya, sayang. Istirahat yang cukup ya, jangan lupa minum jamu yang kuberikan, agar kau selalu fit dalam mengimbangiku." Aras mengedipkan sebelah mata setelah mend*ratkan kec*pan di kening Inari. 


"Jangan, Bang  ... untuk saat ini sebaiknya jangan terlalu sering ke sini, aku takut kalau ada yang diam-diam melihat kedatangan Abang. Siapa tahu mereka sedang menunggu waktu yang tepat untuk menggerebek kita?" ujar Inari penuh harap. 


"Hhh... Lagi-lagi itu yang kau katakan, Nari. Sudah berapa kali kubilang, sebelum memutuskan untuk datang ke sini, aku sudah mempelajari dan mengamati suasana di sekitar sini. Tidak ada yang patut di cemaskan, lokasi tempat ini ibarat gang m*ti setelah lewat jam 9 malam. Lagian  tatangga-tetanggamu cuma para lansia. Mereka tidak akan terlalu memperhatikan jikapun kebetulan melihatku lewat." Aras mengucapkan itu dengan nada dan ekspresi penuh keyakinan, hingga Inari hanya bisa mengangguk lemah tanpa berkata apa-apa lagi. 


 

Pria yang begitu mempesona di mata Inari itu memang telah menyelesaikan seluruh sesi berpakaiannya, tapi pergerakannya untuk memasang jaket kulit seketika telah terhenti ketika keinginan itu kembali melesak dari dalam dirinya. 


Tapi sepertinya hawa nafsu kembali menguasai kedua insan itu, tahu-tahu mereka telah berjalan ke ruang paling pribadi yang ada di kamar tersebut. 


"Mama....!!!" Entah sudah berapa kali si kecil Alisa memekik memanggil Mamanya yang sama-samar terdengar oleh pendengaran kecilnya hingga membangunkannya, sedang tertawa-tawa manja diiringi kekehan suara lelaki yang Alisa pikir adalah Papanya. 


"Papa....!!!" Tangan mungil Alisa menggedor-gedor daun pintu.... 


Tetapi yang katanya hanya 5 menit, toh setengah jam sudah berlalu, tapi sepertinya mereka begitu lupa diri. 


Pun setengah jam sudah berlalu, gadis kecil itu telah lelah terus memanggil sang Mama, hingga dia memutuskan untuk membuka pintu kamar dan keluar. 


"Eh, tumben cucu Nenek sudah bangun sepagi ini?" Yasri,  Yasri baru saja pulang dari mushola menghampiri sang cucu setelah menaruh sajadah di sofa. 


Alisa mengangguk sambil merentangkan tangan pada Neneknya. 


Yasri menggendong cucunya, dan mendaratkan ciuman sayang bergantian di pipi tembem Alisa. 


"Sebenarnya Ica masih ngantuk, Nek. Tapi  Papa dan Mama sangat berisik di kamar mandi...."


"Papamu sudah pulang? Biasanya jam 8...." Yasri terkejut mendengar penuturan Alisa. 


"Udah, kayaknya, Nek. "


Yasri menatap heran pada pintu kamar yang terbuka, matanya menyipit melihat ranj*ng berantakan serta onggokan pakaian pria di lantai.... 


Sementara Yasri sangat yakin kalau anaknya belum pulang, mengingat ia tidak melihat ada motor di depan. 


Penulis: VincaFlower (Greenmoon) 


Judul: Ketika Suami Lembur Malam


Sudah tamat di kbm aap


KETIKA SUAMI LEMBUR MALAM - VincaFlower146

"Kenapa kamu keramas setiap subuh? suamimu kan nggak di rumah, dan kenapa lehermu penuh bercak merah...


Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah:

https://read.kbm.id/book/detail/9488cb47-4a65-4698-a2cb-a99675520fa3

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel