Awalan

Tunangan Gila (Mengejar Cinta ke Negeri Gajah Putih


 *Laki-laki yang mau dijodohkan denganku ternyata cowok yang tabrakan denganku di minimarket pas beli pemb4lut tadi* 


Part 1


Semua orang berkumpul di ruang tamu. Ayah dan Mama duduk berdua di satu sofa yang sama, sementara Arnita, adikku, duduk sendiri. Tinggal aku yang belum bergabung. Mereka menatapku dari atas sampai bawah saat aku datang menghampiri mereka, heran dengan penampilanku yang tidak karuan. Maklum, habis begadang. Mata panda, rambut awut-awutan, dan baju seadanya. 


"Ckckck, Kakak kayak gelandangan!" sindir Arnita padaku. Aku tidak peduli, sudah biasa diejek adik sendiri. 


"Ada apa, sih Ma, Yah?" 


"Jadi, begini, anak-anak gadisku." Ayah berdehem. Ekspresi wajahnya serius. Begitu pula dengan Mama. Ada apa ini? Tumben, kami sekeluarga berkumpul untuk membicarakan hal serius bukan dalam momen khusus. 


"Teman Ayah, Om Sanusi, kalian ingat, kan? Dia punya satu anak laki-laki. Ingat, nggak?"


Aku dan Arnita serempak menggeleng. 


"Dulu waktu kalian masih pada kecil, kalian suka main bareng." 


Kami kompak mengernyitkan dahi. Mana kami ingat momen dua puluh tahun silam? 


"Intinya, Om Sanusi mau mengenalkan anaknya sama kalian. Hm, salah satu dari kalian, sih... biar berjodoh. Kenalan saja dulu." 


Bibirku merengut. Gini hari masih main jodoh-jodohan? Ini bukan zaman Siti Nurbaya, keles. 


Arnita bersuara sebelum Ayah meneruskan kalimatnya. "Jangan aku. Aku, kan sudah punya pacar. Kakak saja!" Adik perempuanku menunjuk ke arahku. "Dia jomlo dari lahir. Cocok."


Bola mataku berputar ke atas. Cibiran Arnita semakin menjadi-jadi. Kubalas serangannya.


"Nggak masalah, dong kalau dikenalin ke kamu. Siapa tahu berjodoh, langsung ke pelaminan. Bukannya kamu pengen nikah duluan? Silakan, aku nggak keberatan," sindirku.


"Sssh... Dasar jomlo!" ujar Arnita kesal sambil meremas bantal di sofa. Sejurus kemudian, bantal itu dilempar ke arahku, tetapi berhasil kuhindari. 


"Sudah, dong. Jangan ribut. Ayah dan Mama sudah putuskan, Arsilla yang akan dikenalkan dengan anak Om Sanusi karena kamu anak pertama, Arsilla. Lagipula, kamu dan anak itu seumuran."


Arnita menjulurkan lidahnya. Aku cemberut. Tidak mau menyerah, aku lontarkan alasan lain.

"Ayah, justru bagus, dong dikenalin ke Arnita. Pas lebih tua dua tahun. Kalau sama aku, nggak cocok. Seumuran, ego kami sama besarnya." 


"Terus, Abi mau di-kemana-in, Kak?" Arnita bertanya dengan nada tinggi. Abi adalah nama pacarnya.


Aku mengangkat kedua bahuku. 


"Jelas-jelas Kakak yang belum punya pacar, usia sudah cukup untuk menikah, tinggal calon yang belum ada. Nah, pas momennya, Ayah carikan calonnya buat Kakak." 


"Silla, kamu coba dulu saja kenalan. Mama dan Ayah nggak paksa kamu untuk menerima, kok." Mama menengahi.


"Iya, aku, kan lagi tunggu penempatan tugas di mana. Menikah tahun ini tidak ada dalam rencana hidupku." 


"Karena itu, kamu coba kenalan dulu saja. Siapa tahu cocok." 


"Oke, aku coba. Tapi, janji jangan paksa Silla, ya Mah, Ayah... Janji, ya." 


Mereka berdua mengangguk. Arnita tersenyum licik merayakan kemenangannya. Mau bagaimana lagi, aku tidak berani menolak keputusan Ayah. Paling-paling nanti aku atur strategi saja supaya perjodohan ini batal. Bagaimanapun caranya. Lagipula, biasanya, orang baru akan lebih mudah terpesona dengan Arnita, bukan aku. 


"Besok, Om Sanusi sekeluarga datang berkunjung," kata Ayah lagi.


Hah? Secepat ini?


Mama menambahkan, "Arsilla, jangan lupa mandi, terus kamar kamu itu acak-acakan banget, ih coba dirapikan." 


"Kan, tamunya nggak masuk kamar, Mam."


"Astaghfirullah, ya tetap aja mesti kamu bersihkan." 


"Lemari lo tuh, Kak. Jilbab yang sudah dipake kecampur jadi satu sama yang bersih. Ih, jorok banget. Kamarnya juga bau popmie."


Ya, ya... Kamarku memang tak serapi Arnita yang justru menurutku tidak normal. Dia menata kamarnya berdasarkan ukuran dan warna. Tidak boleh ada satu pun yang keluar dari pakem. Kan, aneh. 


Arsilla masuk ke kamar. Dia agak syok dengan keadaan kamarnya sendiri. Baju-bajunya menumpuk digantung di belakang pintu. Tempat sampah juga penuh. Isi lemari acak-acakan. Tempat tidur? Jangan ditanya. Semua barang ada di atas kasur. 


Hm, aku harus mulai dari mana? Apa aku masukkan semua baju yang digantung ke dalam koper? Ide yang bagus. Sementara begitu saja. Dalam sekejap, kamarku terlihat rapi, padahal semuanya menumpuk di dalam lemari dan koper.


"Hahahaha..."


Arsilla tertawa bangga dengan hasil kerjanya yang efektif dan efisien. Tak lama, dia duduk di meja kerjanya. Laptop dibuka. Sebuah aplikasi terhubung. 


"Ah, main _game_ sebentar, ah." 


 _Game_ Minecraft sudah kumainkan sejak sepuluh tahun lalu. Aku punya duniaku sendiri di dalam _game_ . Teman-teman daring juga banyak. Kami sangat akrab satu sama lain meskipun tidak pernah bertatap muka secara langsung. Aku merasa nyaman berada dalam dunia maya. 


"Wah, @tokobajumerah online!" Tokobajumerah adalah nama akun teman akrabku di dunia Minecraft. Kami sudah berteman selama hampir 5 tahun. 


"Hey, ke mana aja?" tanyanya melalui pengeras suara. 


"Tadi ada rapat keluarga," jawabku singkat. 


"Bantu, dong. Gue mau dipukul Iron Golem." 


"Oke. Oke. Duh, gue _stuck_ ." 


"Yah, cepat. Tolong gue." 


"Hahahaha. Bentar-bentar." 


"Eh, Silakeduapancasila!" Ini adalah _gametag_ -ku atau nama akunku di Minecraft. 


"Hm, ada apa?" 


"Lo tinggal di Tangsel, kan?" 


"Iya. Ada apa?" 


"Hm, gue ada rencana ke Jakarta besok." 


Satu teman lain bergabung, @kuecucur. 


"Eh, Tokobajumerah mau ke Jakarta? Kalian ketemuan saja, Tangsel dan Jakarta dekat, kan?" Sementara itu, Kuecucur tinggal di Bogor. 


"Hm, nggak juga. Lumayanlah." sahutku. "Ada urusan apa ke Jakarta?" 


"Urusan keluarga." 


"Oh..." 


"Eh, gue cabut dulu, ya mau mandi." 


"Jam segini Silakedua baru mandi?" ejek Kuecucur. 


"Curiga bukan cewek..." 


Aku menjawab ejekan mereka dengan candaan, "sebenarnya gue transgender."


"Ih, beneran?" 


"Udah, ya. _Bye bye_ ." 


Aku meninggalkan kedua temanku di dunia Minecraft, kembali ke dunia nyata sebagai Arsilla. Waktunya mandi dan nyikat lantai kamar mandi demi tamu agung besok pagi. 


Pagi-pagi, Mama sudah sibuk di dapur. Arnita membantu Mama, sedangkan aku membantu Ayah di halaman depan. Saat sedang menyapu dedaunan, aku merasakan ada cairan yang keluar dari bawah perutku. 


"Ayah, aku ke kamar mandi dulu, ya." 


Gawat, di kamar mandi, di lemari, di manapun tidak bisa kutemukan pembalut. Adikku juga menggeleng, tidak ada stok di kamarnya. Akhirnya, terpaksa aku jalan ke depan, ke minimarket di ruko-ruko perumahan. 


"Jangan lama-lama, Kak. Tamunya sebentar lagi datang." 


"Iya, cuma sebentar." 


Dengan setelan piyama, cardigan, dan bergo inara, aku berjalan pelan-pelan ke arah minimarket. 


Braak! Aku menabrak seorang laki-laki. Pembalut oranye jatuh berhamburan dari tanganku. 


"Maaf, maaf..." Aku meminta maaf kepada laki-laki itu. Dia bertubuh tinggi dan wangi. Wajahnya lumayan ganteng. Pakaiannya rapi dan bersih, tidak seperti aku yang lusuh dengan baju rumahan. 


Dia bergeming. Dengan ekspresi kikuk, dia mengambilkan pembalut di lantai, lalu menyerahkan kepadaku. Laki-laki ganteng itu pasti kikuk karena memegang pembalut wanita. Wajahnya memerah menahan malu. 


"Terima kasih," kataku sambil mengangguk pelan dan berjalan ke kasir. Dia juga berdiri tepat di belakangku. Saat sedang mengantre, aku merasakan ada darah yang keluar. Gawat kalau sampai tembus ke celana. Ah, malu banget pasti. Cardigan kulepas, lalu kuikat melingkar di pinggang. Aku bisa merasakan laki-laki di belakangku melangkah mundur menghindari kibasan cardiganku. 


Duh, ribet banget perempuan ini, pasti itu yang dipikirkan laki-laki di belakangku. Segera setelah pembayaran selesai, aku berhambur keluar, berlari secepat mungkin ke rumah. Semoga aku nggak bertemu dengan dia lagi. 


Doa Arsilla tidak terwujud. Betapa terkejutnya dia saat melihat salah satu rombongan tamu yang datang ke rumahnya. 


Laki-laki yang memungut pembalutnya di mini market tadi adalah anak Om Sanusi, orang yang akan dikenalkan Ayah kepadanya. 


😱😳😲😫😣😖 malu aku malu... 


Baca di KBM App 

Judul: Tunangan Gila (Mengejar Cinta ke Negeri Gajah Putih) 

Penulis: gigha1989

Tautan: https://read.kbm.id/book/read/5bcc095b-f62e-45a0-9902-7859cb406e9a/d697d16f-f7dc-4b8c-93e2-8b36356cb903?af=f1ebceeb-8243-1e07-347b-884a2961c777

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel