Menyedihkan
TAK DISANGKA SUARA DARI DALAM KAMAR DIRUMAH JURAGAN YANTO MENGGEMPARKAN WARGA KAMPUNG
Penulis : Riyana Iyung
"Lepaskan Hendra, lepaskan ...." teriak wanita paruh baya itu, mendorong kuat tubuh kekar Hendra, yang berada diatasnya.
Numun, seberapa kuat ia berusaha melepaskan sesuatu dibawah sana yang menyumpal di l*bang kem4-lu4nnya, ia justru merasakan c3ngkr4man pada dinding kem4-luannya yang semakin kuat dan erat.
"Ouuww, sakit Elia." lelaki bernama Hendra itu mengaduh.
"Kenapa ... kenapa ini sama sekali nggak bisa digerakkan, Hendra. Ini seperti macet." ujar Elia, mulai panik.
"Kamu diamlah, saya juga nggak tau bagaimana melepaskannya." bentak Hendrawan, yang tak kalah paniknya dengan sang wanita.
Hendra berusaha menarik-narik benda pusaka miliknya, dari c3ng-kraman kuat goa k3nik-m4tan, milik Elia. Tapi tetap saja tak membuahkan hasil.
Seketika rasa nikmat itu hilang sudah, berganti dengan kepanikan dan rasa takut yang teramat sangat.
"Ohhh Tuhan, bagaimana kalau tidak bisa lepas. Apa yang akan terjadi pada kita, Hendra." tukas Elia, masih dalam posisi terl3n-tang.
Posisi kedua orang laki-laki dan perempuan itu memang bert*m-puk, tanpa sehelai benangpun yang menutupi tub-uh keduanya.
"Diamlah Elia ... Diamlah, kamu bikin saya bertambah pusing saja. Diamlah kau!"
"Kau ... Kau membentakku, Hendra! Beraninya ya Kau." seru wanita bertubuh kurus, tinggi dan bagian dada yang montok.
"Kamu sungguh menguji kesabaranku Elia. Aku mohon diamlah, agar aku bisa berpikir jernih."
"Bagaimana aku bisa diam Hendra! aku takut, bagaimana kalau tu-buh kita benar-benar tak bisa saling melepaskan. Apa yang akan kita lakukan, kita nggak mungkin kan akan begini terus menerus.
Lakukanlah sesuatu Hendra, lakukanlah sesuatu!" teriak Elia memerintah, wanita yang masih terlihat cantik diusia yang lebih dari setengah itu nampak sangat emosional.
"Saya juga sudah berusaha, Elia. tapi s3njataku benar-benar tak bisa bergerak, saya ... saya nggak bisa melepaskannya. Ya Tuhan, bagaimana ini."
Sudah hampir satu jam lamanya, pasangan haram tersebut berusaha untuk saling melepas, namun, tetap saja alat k3l4-min keduanya benar-benar tak bisa terlepas begitu saja.
Gairah asmara yang tadinya menggebu di dada, akan mengantarkan mereka pada aib yang sangat memalukan.
"Aku menyerah Elia, tu-buhku sangat lemas, dan tak bertenaga lagi." ucap Hendra, sambil menjatuhkan kepalanya di sela-sela leher wanita selingkuhannya itu.
"Apa katamu, menyerah? Kamu sudah gi-la ya Hendra, bagaimana kalau sampai ada yang melihat kita begini.
Aku nggak mau tahu, bagaimana pun juga caranya kamu harus bisa melepaskan b*-rung kamu itu, kalau tidak---."
"Kalau tidak apa! Hem! Apa! Kamu pikir saat ini kita bisa apa!" bentak Hendra, meninggikan suaranya.
Elia malah semakin menjadi, ia justru mengamuk, kakinya memberontak sedangkan tangannya memukul-mukul punggung Hendra.
"Seberapa kerasnya kau berusaha, kita nggak akan terpisah Elia." Hendra kini mulai pasrah.
"Jadi kita harus bagaimana?" wanita itu mulai melemah, sejujurnya, ia pun sudah sangat kelelahan.
"Kita nggak punya pilihan lainnya Elia, kita harus segera mencari pertolongan."
"Tapi Hendra---."
"Jika kamu masih ingin terus hidup. Hanya ini pilihannya."
"Semua orang didesa ini bisa tahu tentang perselingkuhan kita, dan apa nanti pandangan para warga tentang kita."
"Apapun yang kita lakukan sekarang, selama kita masih dalam posisi g4nc3t begini, tetap saja orang akan tahu.
Kamu mau kita meninggal dengan cara seperti ini? Jika harus sama-sama malu, saya lebih memilih untuk tetap hidup Elia." jawab Hendra mantap pada pilihannya.
"Toloooooooonggg." teriak Hendra kencang.
"Tidak Hendra, tolong jangan ... Bagaimana nanti kalau suamiku tahu." pinta Elia setengah memohon, sambil menggelengkan kepalanya.
"Itu resiko yang harus kita tanggung Elia. Sebaiknya diamlah, dan tutup wajahmu kalau orang-orang sudah mulai berdatangan." titah Hendra.
***