TERJ3RAT NIKM4TNYA DOS4
TERJ€R@T N1KM@TNYA D0S@ (8)
Hari demi hari aku lalui dengan gak lagi banyak keluhan masalah kurangnya u@ng. Meskipun masih jauh dari kata cukup, setidaknya vt ang-ut angkv mulai berkurang dan bisa memb3li kebutuhan dapur tanpa menambah catatan ka$b0n di warung.
Namun, aku belum memiliki pel@n99an lain, selain dua laki-laki itu. Karena gak pengalaman nyari yang r0-y@l, dan belum tentu bisa jaga rahasiaku seperti mereka. Lagian aku gak buka praktek pr0$t*t*$i, kedua laki-laki itulah yang datang dengan sendirinya. Dipikir-pikir seperti lagi s3-lin9kuh, tapi dib@- y4r.
Jujur, aku mulai menyukai pekerjaan h@r4mku. Fisikku perlahan mulai berubah lebih terawat karena aku usahakan beli skincare buat perawatan, meskipun dengan h@r ga yang paling mur @h.
Juragan Oding yang kaya raya gak segan memberiku u@- ng lumayan, kadang dibagi dua sama Kang Rus, kadang aku simpan sendiri, jika kebetulan Juragan Oding datang, Kang Rus lagi gak tau karena sedang pergi.
Aku sebisa mungkin mengatur jadwal kerjaku, karena ada Ramzi. Jangan sampai anakku tau perbuatan ibunya. Seringnya aku melakukan di saat anak itu lagi tidur atau dibawa pergi bapaknya.
"Permisiii!"
Suara wanita di luar sana mengalihkan perhatianku yang sedang memasak. Dari suaranya aku hapal betul, milik si pen@-gih ut-@ng. Gegas aku nyamperin ke depan setelah mematikan dulu kompor, buat nyambut tamu rutin itu.
"Mbak Diaz. Ayo, masuk dulu, Mbak." Walaupun Mbak Diaz suka g@lak ketika men@-gih, aku berusaha tetap ramah. Pada dasarnya aku memang jarang marah.
"Iya, Nit, sekalian numpang ngaso." Mbak Diaz mengikutku masuk, kemudian menyuruhnya duduk.
Semenjak aku rutin bayar ut@ng, wanita gendut bermake-up tebal itu jadi ramah. Biasanya kalau n@gih pasang ekspresi s@ngar, mata selalu mend3lik sinis dan t@j am, tapi kali ini mah senyum aja dimanis-manisin.
"Mau minum dulu, Mbak?" tawarku, kasian keliatannya dia kecapekan. Mana di luar panas banget, pasti dia haus.
"Boleh, saya haus banget, Nit," jawab wanita berambut keriting itu sambil ngipasin badannya pake kertas koran yang dia pungut dari kolong meja.
"Bentar ya, Mbak, saya ambil air putih. Cuma itu yang saya punya."
"Gak masalah yang penting bisa nyiram kerongkongan kering saya Nit."
Hanya beberapa menit saja di dapur, aku lekas kembali ke ruang tamu membawa segelas air putih, untung masih ada kue kering, sekalian aku suguhin. "Maaf ya, Mbak, cuma ada ini aja."
"Gak apa-apa, Nit. Lagian saya ke sini bukan mau numpang makan ini itu, tapi mau n@gih." Mbak Diaz terkekeh dengan wajah sok imut. Aku sendiri hanya senyum-senyum aja.
"Ngomong-ngomong sekarang kamu beda, ya, Nit?" Mbak Diaz mengamati wajahku.
"Beda gimana, Mbak? Perasaan gini-gini aja saya mah." Mungkin karena aku sekarang suka dandan, makanya Mbak Diaz ngomong kek gitu.
"Kagak biasa justru. Sekarang kamu jadi cantik, suka bersolek, kalau dulu kan, kucel, nggak bisa dandan."
Iya, aku dulu emang kucel, jadi gak kesinggung dengan kejujuran Mbak Diaz. "Alhamdulillah, lagi kebenaran ada rezeki, jadi ya dimanfaatin du itnya, selain buat kebutuhan anak dan suami, juga buat kebutuhan diri sendiri."
"Wah, bagus itu, padahal si Rus gak kerja, kamu juga nganggur, kok, bisa banyak du it. Dari mana itu dapet du it?"
Perasaanku mulai gak enak. Pantesan diajak masuk gak nolak, biasanya ogah, milih diluar aja, eh ternyata ada udang di balik batu, mau ngepoin kehidupan aku.
Mata Mbak Diaz jelalatan mengamati seluruh isi rumahku yang luasnya gak seberapa. Mata belo wanita yang berasal dari daerah seberang itu seperti mencurigai sesuatu. Emangnya apa yang dia cari?
"Saya denger kamu suka bel@nja banyak, tapi isi rumah kamu kok gak ada barang baru."
Dadaku makin berdebar gak karuan. "Denger dari mana, Mbak?"
"Denger dari emak-emak di luar sono. Katanya kamu sekarang banyak du itnya, padahal laki ma bini peng@ngguran."
Oh, berarti aku sering digosipin di luar sana, sejak kapan, ya? Apa orang-orang di luar sana udah pada tau pekerjaan h@r amku? Aduh, gawat kalau udah ke endus mereka.
"Kamu belum jawab pertanyaan saya, Nit, kamu kerja apa jadi banyak--"
Di tengah kebingungan serta gelisah, tiba-tiba suara Kang Rus menyeruak cukup kencang dari luar, memotong ucapan Mbak Diaz. Sampai aku maupun perempuan si penagih ut ang terperanjat.
"Tentu saja sekarang kami banyak du it dan kamu gak perlu tau dari mana du it itu datangnya, bukan urusanmu juga!"
"Kang Rus!" Aku gegas berdiri menghampiri suami, lalu menepuk bahunya. "Sama tamu gak boleh k@- sar gitu atuh, Kang."
"Habis nih perempuan kepo amat sama urusan orang."
"Laaah, emang saya salah kalau nanya?" Mbak Diaz langsung merah mukanya, keliatan gak suka dengan sikap suamiku yang emang terkesan gak sopan terhadap tamu.
"Ya salah, lah! Gak usah kepo sama urusan orang yang penting ut@ngmu dib@-yar, gak usah nanya ini itu," balas Kang Rus, suaranya masih keras.
"Eh, tukang nganggur, wajar lah saya nanya du it dari mana. Takutnya du it h@-ram, hasil dari p3-su-9ihan, nanti gak barokah du it yang dib@yarin ke saya."
"Yaelah, lawak ini per3mpuan g3n-dut, pake ngomong du it h@ram apa kagak. Gak nyadar apa, dia sendiri dapet du it dari hasil r3nt3r nir pake bunga yang bikin orang k3c3-kek." Kang Rus nyepertiin orang ny3-kik l3-her dengan lid@-h menju-lur keluar.
Aku menepuk pelan lengan suami. "Kang Rus, sudah, Kang, nanti kedengeran sama tetangga, bisa malu kita."
"Uh, mi$- kin aja bel@gu, gimana kalau dikasih kaya, besar tuh kepala!" Mbak Diaz gak mau kalah.
"Berisik! Cepet kamu b@-yar ut@ngnya semua, biar perempuan gendut ini gak nginjak lagi rumah kita." Kang Rus menarikku ke kamar untuk ambil ua ng.
Mbak Diaz ngomel-ngomel, kedengaran Sampai kamar. "Dasar gak punya adab sama tamu! Punya u@-ng dikit aja sombongnya selangit, apa lagi kalau beneran jadi orang kaya, uuuh, song0-ng!"
Aku kembali ke luar, kali ini bawa u@ng, lantas menyerahkannya pada perempuan yang sedang memasang wajah gak sedap. "Saya b@-yar semua, Mbak, jadi saya gak punya lagi urusan ut@-ng piu t@ng sama Mbak Diaz."
"Ya sudah, sini! Saya juga udah males berurusan sama suami kamu yang songong itu!" Mbak Diaz merebut ua ng dari tanganku.
Tanpa banyak bicara lagi perempuan yang selalu bawa payung panjang itu meninggalkan rumah. Langkahnya dientak-entak pertanda sedang marah atau jengkel, mulutnya pun keliatan masih ngoceh.
"Mbak Diaz, lun@s, ya, jangan lupa coret nama saya di buku t@-gihannya!" teriakku dari ambang pintu, takut perempuan itu lupa kalau aku udah impas perk@ra ut@ng.
Beberapa orang yang lewat menatapku aneh. Entah apa yang sedang mereka pikirkan. aku teringat lagi sama ucapan Mbak Diaz, kalau aku sedang jadi bahan gosip di luar sana.
Secepatnya menutup pintu, sembari berdoa semoga bukan gosip tentang pekerjaan kotorku.
Bersambung
Di Kbm App sudah ada banyak babnya, yuk kepoin ke sana 🥰
Judul : TERJ3RAT NIKM4TNYA DOS4
Penulis : Nyghta Mustika
Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah:
https://read.kbm.id/book/detail/26facd14-3fce-5c08-96d4-b3830f7a6e7e?af=acea92be-2197-bc69-97c2-a7f94feb503d
🥰🥰🥰